BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kemajuan teknologi telah membuat segala sesuatu menjadi lebih praktis, demikian juga dalam kegiatan sehari-hari, kebutuhan industri menginginkan hal yang demikian. Berbagai inovasi telah dibuat untuk mempermudah pekerjaan manusia.
Sistem kontrol saat ini kebanyakan masih menggunakan kontrol lokal, dimana seorang operator harus kelapangan untuk mengoprasikan mesin agar dapat bekerja. Begitu pula jika operator tersebut ingin memonitor status dari mesin tersebut, seorang operator pun harus ke lapangan untuk melakukan hal tersebut. Sekarang ini hal tersebut kurang efisien karena memerlukan waktu yang lama dan tidak bisa terus menerus. Dan bahkan juga hal tersebut tidak diperbolehkan jika operator tersebut meninjau ke lapangan dengan pertimbangan safety dari seorang operator tersebut dimana kondisi lingkungan yang panas dan bising membuat kenyamanan untuk bekerja menjadi kurang bahkan keselamatan diri menjadi sangat berbahaya.
Dengan melihat pertimbangan tersebut, dalam dunia industri dapat memanfaatkan teknologi pengendali yang ada untuk meningkatkan keselamatan kerja dan juga efisiensi satu pekerjaan. Banyak sistem manual tersebut dibuat menjadi otomatis untuk membuat pekerjaan tersebut lebih praktis. Seiring dengan perkembangan teknologi sistem kendali didunia industri, sistem pengontrolan dan monitoring mulai diambil alih oleh alat kendali untuk menggantikan pekerjaan manual yang penuh resiko tersebut. Salah satunya adalah sistem pengendali dengan menggunakan Programmable Logic Control (PLC).
PLC ini dengan segala fasilitas didalamnya mampu menggantikan peran manusia untuk mengoprasikan kendalian dari jarak jauh dengan sistem otomatis. Dijelaskan bahwa PLC dapat memantau masukan-masukan maupun keluaran-keluaran sesuai dengan instruksi didalam program dan melaksakan aturan kontrol yang telah diprogram. Hal ini membuat pekerjaan lebih efisien dan efektif dari beberapa hal seperti ekonomi, safety dan tenaga kerja.
Berangkat dari hal tersebut maka kami membuat tugas akhir dengan judul “Sistem Kendali Kecepatan Motor Phase 3 dengan Encoder pada Programmable Logic Controller (PLC)”.
Tujuan Penelitian
Merancang sistem pengendali kecepatan motor induksi 3 fasa menggunakan encoder pada PLC.
Membuat program High Speed Counter dengan PLC CP1E menggunakan software CX Programmer.
Dapat mengatur parameter pada inverter sumitomo Hf 320 sesuai yang kita inginkan.
Rumusan Masalah
Secara umum, masalah yang menjadi fokus perhatian dari sebuah robot manipulator yang bisa dikaji dan dianalisis adalah pada beberapa hal berikut diantaranya :
Bagaimana menggabungkan unsur mekanik, elektronik, sensor dan aktuator (motor 3 phase)?
Bagaimana membuat perencanaan sistem pengendali kecepatan pada motor phase 3 sesuai kebutuhan dalam dunia industri dibutuhkan?
Bagaimana mengontrol kecepatan motor 3 phase?
1.4. Batasan Masalah
Pembuatan pada tugas akhir ini akan dibatasi pada beberapa subjek diantaranya:
Untuk kendalian yang digunakan adalah sebuah Motor dari Motor 3 phase.
Sistem pengontrol yang digunakan adalah Programmable Logic Control.
Software yang digunakan adalah CX-programer untuk pemograman dan untuk membuat suatu antarmuka.
Pengendalian putaran kecepatan motor menggunakan Encoder dengan pulsa 3500, 15000, 20000, 25000 dan pada saat pulsa mencapai 30000 motor akan berhenti.
1.5. Metode penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Studi Literatur:
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan referensi yang diperlukan dalam penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini. referensi yang digunakan dapat berupa buku, jurnal, artikel, situs internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
Pengumpulan dan Analisa Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan analisa data yang berhubungan dengan penelitian ini seperti data sheet dan cara kerja komponen yang digunakan.
Perancangan Sistem
Merancang sistem sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, yaitu meliputi perancangan pengendali kecepatan motor, hardware, dan software. Proses perancangan ini berdasarkan pada batasan masalah dari penelitian ini.
Implementasi Sistem
Setelah proses perancangan sistem selesai dilakukan, maka akan dilakukan proses implementasi sistem dengan metode trial and error.
Pengujian Sistem
Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap sistem yang telah dikembangkan.
Penarikan Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian maka dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan hasil yang diperoleh.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri atas V bab yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi gambaran permasalahan secara umum yang diangkat dalam penelitian ini. Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan penelitian ini.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi tentang tinjauan literatur mengenai berbagai pembahasan tentang sistem mekanik, elektrik, dan kendali robot manipulator.
BAB III :PERANCANGAN SISTEM KENDALI KECAPATAN MOTOR 3 PHASE
Berisi tentang rancang bangun sistem mekanik, elektrik, pemrograman PLC untuk kendali kecepatan aktuator, penggunaan software PLC, komunikasi data serial USB untuk kendali motor melalui komputer serta sistem kendali kecepatan motor 3 phase.
BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM KENDALI KECEPTAN
Berisi tentang pengujian dan analisis penggunaan sensor, algoritma kendali aktuator pada PLC, komunikasi serial, serta kendali gerak aktuator dan posisi end-effector motor.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dari rancang bangun sistem robot manipulator.
BAB II
TEORI DASAR
PLC ( Programmable Logic Controller)
2.1.1 Sejarah dan perkembangan PLC
Pada awalnya, proses kendali mesin-mesin dan berbagai peralatan di dunia industri yang digerakkan oleh motor listrik masih menggunakan saklar-saklar biasa yang digerakkan secara manual oleh manusia, dalam hal ini operator pabrik. Seiring dengan berjalannya waktu sistem kendali manual ini dirasakan kurang handal dan menawarkan fleksibilitas yang sangat rendah, serta tidak efisien lagi.
Hal ini lah yang melatar belakangi para ahli dan praktisi industri secara bertahap dan terus menerus melakukan percobaan dan penelitian dalam rangka menciptakan suatu sistem yangdapat melakukan proses produksi secara lebih efisien, praktis dan otomatis. Tahap pertama pengendalian proses secara manual akhirnya mulai ditinggalkan dan digantikan dengan suatu sistem kendali yang memanfaatkan sakelar elektromagnetik. Sistem inilah yang kemudian dikenal dengan sistem kendali konvensional. Sakelar elektromagnetik, semisalnya kontaktor dan relay dapat dioperasikan hanya dengan memberikan catu daya listrik yang relatif rendah pada kumparan kerja sakelar elektromagnetik tersebut.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dalam proses produksi dan manufaktur, menuntut perubahan sistem kendali yang semakin meningkat frekuensinya. Hal ini pula yang semakin mendorong perkembangan PLC, mengingat sistem kendali konvensional cukup sulit diubah. Selain itu sistem penelusuran kesalahan pada sistem kendali konvensional cenderung sulit mengingat banyaknya kabel penghubung yang digunakan pada sistem tersebut.
Sementara itu, system kendali yang menggunakan PLC sudah mengurangi penggunaan kabel sampai pada tingkat yang sangat kecil. PLC pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1960-an. Awalnya PLC dibuat untuk menggantikan sistem kendali yang masih menggunakan relai konvensional dan sekaligus mengurangi biaya perawatannya. Belford Associates mengusulkan MODICON (Modular Digital Controller) untuk perusahaan yang berada di Amerika. MODICON 084 merupakan PLC pertama yang digunakan pada produk yang komersial.
2.1.2 Pengertian PLC
PLC (Programmable Logic Controller) adalah suatu peralatan elektronika yang bekerja secara digital memiliki memori yang dapat diprogram, menyimpan perintah-perintah untuk melakukan fungsi-fungsi khusus seperti logic, sequencing, timing, counting dan arithmatik untuk mengontrol berbagai jenis beban melalui modul input output analog atau digital. Di dalam PLC berisi rangka elektronika yang dapat difungsikan seperti contact relay (baik NO maupun NC) pada PLC dapat digunakan berkali-kali untuk semua intruksi dasar selain intruksi output.
2.1.3 Prinsip Kerja PLC
Pada prinsipnya, modul input PLC menerima data berupa sinyal dari peralatan input luar (external input device) dari sistem yang dikontrol seperti yang diperlihatkan pada gambar 2. Peralatan input luar tersebut antara lain berupa sakelar, tombol, sensor. Data masukan yang berupa sinyal analog diubah oleh modul input A/D (analog to digital input module) menjadi sinyal digital. Selanjutnya prosesor sentral (CPU) sinyal digital itu diolah sesuai dengan program yang telah dibuat dan disimpan di dalam ingatan (memory). Seterusnya CPU mengambil keputusan dan memberikan perintah ke modul output dalam bentuk sinyal digital. Kemudian modul output D/A (digital to analog module) dari sistem yang dikontrol antara lain berupa kontaktor, relay, solenoid, heater, alarm dimana nantinya dapat untuk mengoperasikan secara otomatis sistem proses kerja yang dikontrol tersebut.
Gambar 2.1. Bagian – bagian blok PLC ( Diklat BLK Prop.Banten, 2012 ).
Gambar 2.2. Bagian - bagian PLC Omron ( Diklat BLK Prop.Banten, 2012 ).
Keterangan:
1. Blok power suplai, ground, dan input terminal.
2. Blok eksternal power suplai dan output terminal.
3. Peripheral USB port untuk menghubungkan dengan komputer dan
komputer dapat digunakan untuk memprogram dan memonitoring.
4. Operation Indicator, mengindikasikan status operasi dari CP1E.
termasuk power status, mode operasi, eror, dan komunikasi USB.
5. Baterai untuk mempertahankan internal clock dan isi RAM ketika supply off.
6. Input indikator, menyala jika kontak terminal input kondisi menyala.
7. Output Indikator, menyala jika kontak terminal output kondisi menyala.
8. Expansion I/O untuk connector, digunakan untuk menambah input/output PLC.
9. Option board slot, digunakan untuk menginstal RS-232C.
Port terminal Input Output PLC Omron CP1E:
Gambar 2.3. Port Input model suplai AC dan DC (BLK Prop.Banten, 2012).
Port pada PLC CP1L 30 I/O terdiri dari 18 terminal input yaitu dari CIO 0.00 – 0.11 dan CIO 1.00 -1.05. Untuk port output terdapat 12 buah terminal yaitu dari CIO 100.00 – 100.07 dan CIO 101.00 – 101.03.
Pada port input terdapat dua buah terminal untuk masukan suplai AC PLN yaitu pada terminal L1 dan L2/N. Port input terhubung pada satu titik COM (common). Masukan pada terminal COM dapat berupa polaritas (+ )atau( - ) .
Pada port output terdapat 5 buah titik COM. Masing masing titik COM terhubung dengan titik output yang dibatasi dengan garis batas seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.4. Port Output model terminal AC DC (BLK Prop.Banten ,2012).
Pada model AC power supply terdapat output 24 VDC pada terminal (+) dan (-). Suplai ini dapat digunakan untuk suplai VDC pada terminal input.
2.1.4 Dasar dan Jenis Pemrograman PLC
a. Programming Console
Programming Consule merupakan bentuk paling sederhana dari peralatan pemrograman PLC. Programming Consule dihubungkan secara langsung ke CPU melalui peripheral port. Digunakan untuk menyiapkan sistem pemrograman, memasukkan data program, memonitor operasi system dan menjalankan program. Instruksi ladder diagram ditulis ke dalam programming consule dengan bentuk kode mnemonic.
Gambar 2.5. Programming Console & Cara Membuat Wiring dengan PLC(BLK Prop.Banten, 2012 ).
Contoh prosedur penulisan program pada PLC dengan Programming Console adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1.
Mnemonic Codes Console.
Alamat Instruksi Data
00000 LD 00000
00001 OR 10000
00002 AND NOT 00001
00003 OUT 10000
00004 FUN 01
Gambar 2.6.
Diagram Ladder.
Putar kunci pada PROGRAMMING CONSOLE ke posisi PROGRAM
ke posisi PROGRAM
Tekan tombol LD, angka 0 dan diakhiri dengan tombol WRITE.
Tekan tombol OR, angka 01000 dan diakhiri dengan tombol WRITE.
Tekan tombol AND, NOT, angka 1 dan diakhiri dengan tombol WRITE.
Tekan tombol OUT, angka 01000 dan diakhiri dengan tombol WRITE.
Tekan tombol FUN, angka 01 dan diakhiri dengan tombol WRITE.
b. Dengan Komputer
Selain menggunakan program Console, pemrograman PLC juga bisa menggunakan computer. Bila menggunakan PLC jenis OMRON program yang biasa digunakan adalah Sofware Syswin dan Sofware Cx- Programmer. Berikut ini contoh Program Control Dasar PLC :
Kontrol ON
Tabel 2.2.
Mnemonic Codes Kontrol ON.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD 00000
00001 OUT 10000
00002 FUN 01
Gambar 2.7. Diagram Ladder Kontrol ON.
Kontrol OFF
Tabel 2.3.
Mnemonic Codes Kontrol OFF.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD NOT 00001
00001 OUT 01001
00002 FUN 01
Gambar 2.8. Diagram Ladder Kontrol OFF.
Kontrol OR ( PARALEL )
Tabel 2.4.
Mnemonic Codes Kontrol OR.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD 00002
00001 OR 00003
00002 AND NOT 01002
00003 FUN 01
Gambar 2.9. Diagram Ladder Kontrol OR.
Kontrol AND ( SERI )
Tabel 2.5.
Mnemonic Codes Kontrol AND.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD NOT 00004
00001 AND 00005
00002 OUT 01004
00003 FUN 01
Gambar 2.10. Diagram Ladder Kontrol AND.
Kontrol SELF HOLDING
Tabel 2.6.
Mnemonic Codes Kontrol S.H.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD NOT 00004
00001 AND 00005
00002 OUT 01004
00003 FUN 01
Gambar 2.11. Diagram Ladder Kontrol S.H.
Kontrol INTERLOCK
Tabel 2.7.
Mnemonic Codes Kontrol I.L.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD 00007
00001 AND NOT 00007
00002 OUT 00006
00003 LD 00008
00004 AND NOT 00006
00005 OUT 00007
00006 FUN 01
Gambar 2.12. Diagram Ladder Kontrol I.L.
Kontrol TIMER
Tabel 2.8
Mnemonic Codes Kontrol TIMER.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD 00007
00001 TIM 00007
00002 LD TIM 00006
00003 OUT 00008
00004 LD NOT TIME 00006
00005 OUT 00007
00006 FUN 01
Gambar 2.13. Diagram Ladder Kontrol TIMER.
Kontrol DIFU
Tabel 2.9
Mnemonic Codes Kontrol.
TABEL KODE INSTRUKSI
Alamat Instruksi Data
00000 LD 0000
00001 FUN 13 1000
00002 FUN 14 1001
00003 FUN 01 -
Gambar 2.14. Diagram Ladder Kontrol DIFU.
Kontrol ADD ( Penambahan data )
Gambar 2.15. Diagram Ladder Kontrol ADD.
Kontrol SUB ( Pengurangan data )
Gambar 2.16. Diagram Ladder Kontrol SUB.
c. Programming Cx-Programming
CX-Programmer merupakan sebuah perangkat lunak Produksi Omron Corporation. CX–Programmer yang digunakan penulis kali ini adalah Versi 3.2. Program ini dapat digunakan untuk PLC Omron C series, CV series, dan SR series. Langkah-langkah menggunakan aplikasi CX-Programmer untuk membuat ladder pada PLC sebagai berikut :
Pertama masuk aplikasi CX-Programmer yang sudah kita install sebelumnya.
Setelah masuk dalam aplikasi CX-Programmer, langkah selanjutnya adalah kita membuat sebuah project dengan langkah seperti berikut : file>new
Kemudian akan muncul tampilan seperti gambar dibawah ini, kita harus mengisikan Device Name dan Device Type. Untuk Device Type kita pilih CP1E karena PLC yang kita gunakan adalah type CP1E, kemudian klik OK.
Apabila kita sudah melalui tahap tersebut, akan muncul window seperti gambar dibawah ini, dimana kita dapat membuat ladder progam untuk PLC.
Setelah itu kita dapat memulai membuat program dengan menggunakan instruksi -instruksi yang terdapat pada tool bar.
Semisal contoh kita ingin inputnya menggunakan kontak NO, pilih tool bar degan simbol kontak NO lalu seret tool bar tersebut ke Rung.
Kemudian kita diharuskan melakukan pengalamatan pada kontak yang kita gunankan. Seperti gambar dibawah ini.
Setelah melakukan pengalamatan akan muncul kontak NO dengan alamat 0.00 pada rung.
Apabila ingin menambahkan inputan lagi, semisal contoh kontak NC, kita dapat melakukan prosedur yang sama seperti saat menambahkan kontak NO, tetapi untuk pengalamatan harus disesuaikan, jangan sampai ada crash, atau pengalamatan yang sama.
Untuk menambahkan output pada ladder dapat menggunakan instruksi pada tool bar yang sudah tersedia, dan melakukan pengalamatan seperti saat menambahkan input.
Setelah menambahkan input dan output pada Rung sudah selesai jangan lupa untuk menambahkan instruksi fungsi END, untuk mengakhiri bahwa program sudah jadi.
Setelah ladder program selesai dibuat seperti gambar di bawah ini.
Langkah selajutnya adalah mengcompile project yang sudah kita buat dengan cara seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.17. Tampilan Program Cx-Programmer.
Setelah program sudah berhasil di compile, tinggal kita download ke PLC yang sudah terkoneksi denga PC kita.
Motor Listrik 3 Fasa
Motor AC 3 phase bekerja dengan memanfaatkan perbedaan fasa sumber untuk menimbulkan gaya putar pada rotornya. Jika pada motor AC 1 phase untuk menghasilkan beda phase diperlukan penambahan komponen kapasitor, pada motor 3 phase sudah didapat langsung dari sumber seperti terlihat pada gambar arus 3 phase berikut ini:
Gambar 2.18 Medan Magnet dan Grafik Arus 3 Fasa.
Pada gambar di atas arus 3 phase memiliki perbedaan phase 60 derajat antar fasanya. Dengan perbedaan ini maka penambahan kapasitor tidak diperlukan.
2.2.1. Konstruksi Motor Listrik 3 Fasa
Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator dan rotor, bagian rotor dipisahkan dengan bagian stator oleh celah udara yang sempit (air gap) dengan jarak antara 0,4 mm sampai 4 mm. Tipe dari motor induksi tiga fasa berdasarkan lilitan pada rotor dibagi menjadi dua macam yaitu rotor belitan (wound rotor) adalah tipe motor induksi yang memiliki rotor terbuat dari lilitan yang sama dengan lilitan statornya dan rotor sangkar tupai (squirrel-cage rotor) yaitu tipe motor induksi yang memiliki konstruksi rotor tersusun oleh beberapa batangan logam yang dimasukan melewati slot-slot yang ada pada rotor motor induksi, kemudian setiap bagian disatukan oleh cincin sehingga membuat batangan logam terhubung singkat dengan batangan logam lain.
Gambar 2.19 Konstruksi Motor Listrik 3 Fasa.
2.2.2. Prinsip Kerja Motor Listrik 3 Fasa
Apabila sumber tegangan 3 fasa dipasang pada kumparan stator, akan timbul medan putar dengan kecepatan seperti rumus berikut:
Ns = 120 f/P (2.1)
Dimana:
Ns= Kecepatan Putar
f = Frekuensi Sumber
P= Kutub Motor
Medan putar stator tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada batang konduktor dari rotor akan timbul GGL induksi. Karena batang konduktor merupakan rangkaian yang tertutup maka ggl akan menghasilkan arus (I). Adanya arus (I) didalam medan magnet akan menimbulkan gaya (F) pada rotor. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya (F) pada rotor cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator. GGL induksi timbul karena terpotongnya batang konduktor (rotor) oleh medan putar stator. Artinya agar GGL induksi tersebut timbul, diperlukan adanya perbedaan relatif antara kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan berputar rotor (nr).
Perbedaan kecepatan antara nr dan ns disebut slip (s), dinyatakan dengan:
S= (ns-nr)/ns (2.2)
Bila nr = ns, GGL induksi tidak akan timbul dan arus tidak mengalir pada batang konduktor (rotor), dengan demikian tidak dihasilkan kopel. Dilihat dari cara kerjanya, motor induksi disebut motor tak serempak atau asinkron.
2.2.3. Pengasutan Motor Listrik 3 Fasa
Pengasutan merupakan metoda penyambungan kumparan-kumparan dalam motor 3 phase. Ada 2 macam sistem penyambungan kumparan pada motor 3 phase:
Sambungan Bintang / Star / Y
Sambungan Segitiga / Delta
Sambungan Star
Gambar 2.20 Hubungan Star.
Sambungan bintang dibentuk dengan menghubungkan salah satu ujung dari ketiga kumparan menjadi satu. Ujung kumparan yang digabung tersebut menjadi titik netral, karena sifat arus 3 phase yang jika dijumlahkan ketiganya hasilnya netral atau nol.
Sambungan Delta
Gambar 2.21 Hubungan Delta.
Sambungan delta atau segitiga didapat dengan menghubungkan kumparan-kumparan motor sehingga membentuk segitiga. Pada sambungan delta tegangan kumparan = tegangan antar fasa akan tetapi arus jaringan sebesar √3 arus line.
Inverter
Inverter adalah rangkaian elektronika daya yang digunakan untuk mengkonversikan tegangan searah (DC) ke suatu tegangan bolak-balik (AC). Ada beberapa topologi inverter yang ada sekarang ini, dari yang hanya menghasilkan tegangan keluaran kotak bolak-balik (push-pull inverter) sampai yang sudah bissa menghasilkan tegangan sinus murni (tanpa harmonisa). Inverter satu fasa, tiga fasa sampai dengan multi fasa dan ada juga yang namanya inverter multi level (kapasitor split, diode clamped dan susunan kaskade). Ada beberapa cara teknik yang digunakan agar inverter mampu menghasilkan sinyal sinusoidal, yang paling sederhana adalah dengan cara mengatur keterlambatan sudut penyalaan inverter di tiap lengannya.
Gambar 2.22 Gelombang Sinusoidal.
Cara yang paling umum digunakan adalah dengan modulasi lebar pulsa (PWM). Sinyal kontrol penyaklaran didapat dengan cara membandingkan sinyal referensi (sinusoidal) dengan sinyal carier (digunakan sinyal segitiga). Dengan cara ini frekuensi dan tegangan fundamental mempunyai frekuensi yang sama dengan sinyal referensi sinusoidal.
Dalam industri, inverter merupakan alat atau komponen yang cukup banyak digunakan karena fungsinya untuk mengubah listrik DC menjadi AC. Meskipun secara umum kita menggunakan tegangan AC untuk tegangan masukan atau input dari inverter tersebut. Inverrter digunakan untuk mengatur kecepatan motor-motor listrik atau servo motor atau bias disebut converter drive. Kalau untuk servo lebih dikenal dengan servo drive. Dengan menggunakan inverter, motor listrik menjadi variable speed. Kecepatannya bisa diubah-ubah atau disetting sesuai dengan kebutuhan. Inverter sering disebut dengan Variable Speed Drive (VSD) atau Variable Frekuensi Drive (VFD).
Pada dunia otomatisasi industri, inverter sangat banyak digunakan. Aplikasi ini biasanya terpasang untuk proses linier (parameter yang bisa diubah-ubah). Liniernya seperti grafik sinus, atau untuk system axis (servo) yang membutuhkan putaran atau aplikasi yang presisi.
Rotary Encoder
Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb.
Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga phototransistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai phototransistor melalui lubang-lubang yang ada, maka phototransistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi. Gambar 1 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.
Gambar 2.23 Blok Penyusun Rotary Encoder.
Rangkaian penghasil pulsa (Gambar 2.22) yang digunakan umumnya memiliki output yang berubah dari +5V menjadi 0.5V ketika cahaya diblok oleh piringan dan ketika diteruskan ke phototransistor. Karena divais ini umumnya bekerja dekat dengan motor DC maka banyak noise yang timbul sehingga biasanya output akan dimasukkan ke low pass filter dahulu. Apabila low pass filter digunakan, frekuensi cut off yang dipakai umumnya ditentukan oleh jumlah slot yang ada pada piringan dan seberapa cepat piringan tersebut berputar, dinyatakan dengan:
fc=Sw/60 (2.3)
Dimana fc adalah frekuensi cut off filter, sw adalah kecepatan piringan dan n adalah jumlah slot pada piringan.
Gambar 2.24 Rangkaian Tipikal Penghasil Pulsa Pada Rotary Eencoder.
Terdapat dua jenis rotary encoder yang digunakan, Absolute rotary encoder dan incremental rotary encoder. Dalam hal ini yang kita pakai yaitu incremental rotary encoder.
Incremental encoder terdiri dari dua track atau single track dan dua sensor yang disebut channel A dan B (Gambar 2.24). Ketika poros berputar, deretan pulsa akan muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan kecepatan putar sedangkan hubungan fasa antara channel A dan B menghasilkan arah putaran. Dengan menghitung jumlah pulsa yang terjadi terhadap resolusi piringan maka putaran dapat diukur. Untuk mengetahui arah putaran, dengan mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat kita tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal). Sering kali terdapat output channel ketiga, disebut INDEX, yang menghasilkan satu pulsa per putaran berguna untuk menghitung jumlah putaran yang terjadi.
Gambar 2.25 Susunan Piringan Untuk Incremental Encoder.
Contoh pola diagram keluaran dari suatu incremental encoder ditunjukkan pada Gambar 2.25. Resolusi keluaran dari sinyal quadrature A dan B dapat dibuat beberapa macam, yaitu 1X, 2X dan 4X. Resolusi 1X hanya memberikan pulsa tunggal untuk setiap siklus salah satu sinyal A atau B, sedangkan resolusi 4X memberikan pulsa setiap transisi pada kedua sinyal A dan B menjadi empat kali resolusi 1X. Arah putaran dapat ditentukan melalui level salah satu sinyal selama transisi terhadap sinyal yang kedua. Pada contoh resolusi 1X, A = arah bawah dengan B = 1 menunjukkan arah putaran searah jarum jam, sebaliknya B = arah bawah dengan A = 1 menunjukkan arah berlawanan jarum jam.
Gambar 2.26 Contoh Pola Keluaran Incremental Encoder.
Gambar 2.27 Output dan Arah Putaran pada Resolusi yang Berbeda-beda.
Pada incremental encoder, beberapa cara dapat digunakan untuk menentukan kecepatan yang diamati dari sinyal pulsa yang dihasilkan. Diantaranya adalah menggunakan frequency meter dan periodimeter.
ω_1=α_f/T (2.4)
Cara yang sederhana untuk menentukan kecepatan dapat dengan frequency meter, yakni menghitung jumlah pulsa dari encoder, n, pada selang waktu yang tetap, T, yang merupakan periode loop kecepatan (Gambar 2.27). Apabila α adalah sudut antara pulsa encoder, maka sudut putaran pada suatu periode adalah:
α_(f= )n (2.5)
Kelemahan yang muncul pada cara ini adalah pada setiap periode sudut αf yang didapat merupakan kelipatan integer dari α. Ini akan dapat menghasilkan quantification error pada kecepatan yang ingin diukur.
Gambar 2.28 Sinyal Keluaran Encoder untuk Pengukuran Kecepatan dengan Frequency Meter.
Cara yang lain adalah dengan menggunakan periodimeter. Dengan cara ini kita akan mengukur kecepatan tidak lagi dengan menghitung jumlah pulsa encoder tetapi dengan menghitung clock frekuensi tinggi (HF Clock) untuk sebuah pulsa dari encoder yaitu mengukur periode pulsa dari encoder (Gambar 2.28). Apabila αp adalah sudut dari pulsa encoder, t adalah periode dari HF clock, dan n adalah jumlah pulsa HF yang terhitung pada counter. Maka waktu untuk sebuah pulsa encoder, Tp, adalah:
T_p= nt (2.6)
Sehingga kecepatan yang akan kita ukur dapat kita peroleh dengan:
ω_1 = _p/T_p (2.7)
Seperti halnya pada frequency meter, disini juga muncul quantification error karena waktu Tp akan selalu merupakan perkalian integer dengan t.
Gambar 2.29 Pengukuran Kecepatan dengan Menggunakan Periodimeter.
HMI (HUMAN MACHINE INTERFACE)
Gambar 2.30 Touch Screen.
Human Machine Interface adalah suatu sistem yang menghubungkan antara manusia dan teknologi mesin. Sistem HMI sebenarnya sudah cukup populer di kalangan industri. Pada umumnya HMI berupa komputer dengan display di monitor CTR/LCD dimana kita bisa melihat keseluruhan sistem dari layar tersebut. Layaknya sebuah komputer, HMI biasanya dilengkapi dengan keyboard dan mouse dan juga bisa berupa touch screen. Tujuan dari HMI adalah untuk meningkatkan interaksi antara mesin dan operator melalui tampilan layar komputer serta memenuhi kebutuhan pengguna terhadap informasi sistem yang sedang berlangsung.
HMI dalam sebuah industri manufackur berupa tampilan layar komputer yang akan dihadapi oleh operator mesin maupun pengguna yang ingin mendapatkan data kerja dari mesin. HMI akan memberikan suatu gambaran kondisi mesin yang berupa video, grafik, lampu dan lain-lain. Dimana pada tampilan tersebut operator dapat melihat bagian mesin mana yang sedang beroperasi. Pada HMI juga terdapat visualisasi pengendali mesin berupa tombol, slider, dan sebagainya yang dapat difungsikan untuk mengontrol atau mengendalikan mesin. Selain itu dalam HMI juga ditampilkan alarm jika terjadi kondisi emergency dalam sistem. Berikut fungsi lain dari HMI:
Mengawasi, dimana kita dapat mengawasi kondisi plant secara real time tanpa perlu keluar dari ruang kontrol.
Pengaturan (berdasarkan level keamanan) dimana kita dapat mengubah pengaturan misal pengaturan alarm untuk high priority dan low priority.
Alarm, disediakan Alarm history dan summary. Sehingga nantinya kita bisa memilih alarm-alarm apa saja yang aktif dan dan bisa mendapatkan alasan atau pesan kenapa suatu sistem mengalami trip atau mati.
Menampilkan grafik dari sebuah proses, misal temperatur dari sistem yang bersangkutan.
Sistem HMI biasanya bekerja online dan real time (data yang dikirim sama dengan data yang diterima) dengan membaca data yang dikirimkan melalui I/O port yang digunakan oleh sistem controller-nya. Port yang biasa digunakan untuk controller pada HMI antara lain adalah port com, port USB, port RS232, dan ada pula yang menggunakan port serial.
BAB III
PERANCANGAN SISTEM KENDALI
KECEPATAN MOTOR
Deskripsi Awal Sistem
Dalam skripsi ini akan dibahas cara kerja dan perencanaan pembutan sistem pengendali kecepatan motor menggunakan Programmable Logic Control PLC omron dengan Encoder. Pada perencanaan pembuatan suatu sistem kendali terlebih dahulu kita harus membuat diagram blok. Diagram blok dari sistem ini ditunjukkan pada Gambar 3.1. Prinsip kerja secara umum sistem yang akan direncanakan adalah sebagai berikut :
HMI PLC
PULSE ENCODER
MOTOR AC 3 PHASE
INVERTER (MOTOR DRIVE)
Gambar 3.1 Diagram Blok Kendali Kecepatan Motor 3 Phase.
Dalam tugas akhir ini dibuat sistem untuk mengendalikan motor dengan menggunakan PLC. Sebagai pengendali diperlukan sebuah HMI dan PLC. Pada HMI kita dapat mengatur berapa kecepatan motor yang diinginkan saat berputar. HMI selalu berhubungan dengan PLC agar setiap perubahan pengaturan nilai pada HMI langsung dapat dijalankan.
Pada input PLC, terdapat input yang digunakan untuk inputan Encoder yang berupa High Speed Counter. Input ini digunakan untuk mengubah input dari encoder yang berupa pulse atau biner diubah menjadi desimal. Keluaran dari encoder akan digunakan untuk pengaturan kecepatan motor yang kita inginkan. Putaran pada encoder juga bisa mempengaruhi kecepatan pada motor. Sehingga putaran motor dapat diubah dengan mengatur putaran pada encoder.
Sistem Kerja Motor
Sistem kerja motor 3 phase yang penulis rancang adalah sebagai berikut:
Jalankan dengan menekan tombol pada HMI, maka inverter akan ON, atur kecepatan yang diinginkan di HMI, kecepatan yang diijinkan maksimum 1500 rpm. Setelah motor berputar dan putaran pada yang diinginkan sudah diseting.
Maka motor akan berputar, kecepatan motor akan dideteksi oleh Encoder Omron E6C2 CWZ6C yang memliki 10 p/R (memiliki 10 pulsa per putaran). Pulsa dari encoder ini di baca sebagai kecepatan motor. Kecepatan motor aktual akan masuk ke PLC dan ditampilkan pada HMI. Dari hasil tersebut dapat diketahui putaran motor sebenarnya, dan kita dapat membandingkan hasil putaran yang diinginkan dengan putaran yang sebenarnya dengan melihat hasil putaran sebenarnya pada HMI. Berikut ini adalah gambar flowchart sistem kerja motor.
Tidak
YA
Gambar 3.2 Flowchart Pengatur Kecepatan Motor.
Perancangan Pendeteksi Kecepatan Motor
Kecepatan putaran motor induksi pada konveyor di deteksi oleh encoder. Encoder yang digunakan pada simulasi ini adalah Merek Omron E6C2 CWZ6C merupakan jenis encoder incremental. Encoder ini memiliki resolusi 10 p/R, artinya sepuluh pulsa per putaran. Sumber tegangan untuk encoder ini adalah 5 – 24 V DC.
Gambar 3.3 Encoder Omron E6C2 CWZ6C.
Gambar 3.4 Rangkaian Encoder.
Perancangan dan Desain Sistem Antarmuka
Untuk mengontrol dan memonitor motor sesuai dengan yang kita inginkan maka diperlukan sebuah antarmuka. Pembuatan antarmuka inipun dibagi atas dua yaitu pembuatan program dengan menggunakan PLC Omron CP1E. Program tersebut yang akan kita unggah ke dalam prosesor agar I/O dapat menjalankan logika dari program yang telah kita buat. Kemudian setelah programnya selesai, maka dibutuhkan sebuah antarmuka agar lebih memudahkan pengguna untuk mengontrol motor tersebut dengan software Cx-Programmer.
Instalasi dan Pemrograman PLC
Konfigurasi PLC OMRON CP1E
Pada Perancangan simulasi HMI ini, dibutuhkan PLC yang dapat berkomunikasi dengan HMI Mitsubishi GOT 1000. Dan dibutuhkan sebuah converter berupa High Speed Counter untuk mengubah sinyal pulse dari encoder diubah menjadi output analog, maka dalam perancangan ini menggunakan PLC Omron CP1E. Semua perancangan program pada PLC ini dilakukan pada CX-Programmer.
Perancangan Ladder Diagram
Ladder diagram adalah barisan instruksi dalam program yang akan menjalankan masukan dan keluaran sesuai dengan apa yang dibuat. Untuk lebih memahami program yang telah dibuat, maka program ini dibagi atas beberapa bagian.
Ladder Diagram High Speed Counter I/O
Konversi data dari encoder ke High Speed Counter dilakukan dengan membuat ladder diagram pada Program CX-Programmer 9.0 dengan instruksi-instruksi khusus. Alamat CIO dan DM harus sesuai dengan nomor unit yang digunakan agar tidak terjadi kesalahan pada saat konversi. Keluaran dari encoder yang berupa pulse akan diubah ke angka desimal dari inverter menggunakan High Speed Counter pada PLC yang akan digunakan untuk mengatur kecepatan motor. Untuk menghasilkan nilai yang diinginkan, maka perlu dibuat ladder untuk mengkonversi data pulse menjadi data angka desimal dengan mengatur besarnya nilai yang kita tentukan. Perancangan ladder diagram dimulai dari awal start motor.
Gambar 3.5 Flowchart Program Ladder Diagram.
Gambar 3.6 Ladder Diagram Mengeluarkan Angka Desimal dari Encoder.
Gambar 3.7 Ladder Diagram Mnemonics.
Gambar 3.8 Wiring I/O PLC.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat rancang bangun sebuah Kendali Kecepatan Motor 3 Phase dengan Encoder dan PLC, antara lain:
Komputer atau Laptop
PLC Omron CP1E
Motor 3 Phase FORCA
Encoder Omron E6C2 CWZ6C
HMI GOT 1000
Inverter Sumitomo Hf 320 series
Multitester Fluke 179 True RMS
Kabel
Tachometer Onosokki HT-3200
Electrical Tester Fluke T5-600
Toolkit
Pengumpulan Data
Tabel 3.1 Pengumpulan Data dari Penelitian ini menggunakan tabel seperti berikut:
No Frekuensi (Hz) Pulse Encoder Tegangan (V) Output Kecepatan Motor (RPM) Arus (I) Output Slip (%)
U-V V-W U-W U V W
1 10 0 – 3500
2 20 3500 – 15000
3 30 15000 – 20000
4 40 20000 – 25000
5 50 25000 – 30000
Rencana Hasil Analisis
Untuk melakukan analisis dari data yang telah didapat, maka kita dapat melakukan analisa dan kesimpulan menggunakan alat yang telah kita buat. Dengan alat tersebut kita dapat mendapatkan sebuah data dari praktek dan analisa yang telah kita lakukan.
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA DATA
4.1 Hasil Perhitungan dan Pengukuran
Sebelum melakukan pengukuran secara realtime terlebih dahulu melakukan pengukuran untuk memperoleh datamengenai karakteristik dari masing-masing hardware yang terintegrasi oleh sistem. Lokasi titik pengukuran dapat dilihat pada gambar berikut:
Tacho
Gambar 4.1 Lokasi Titik Pengukuran pada Sistem.
Keterangan:
Pengambilan data pulse encoder dengan software cx-programer.
Pengambilan data speed (rpm) motor dengan menggunakan tachometer.
Pengambilan data frekuensi (Hz) output inverter.
Pengambilan data tegangan (Vac) output inverter.
Pengambilan data arus (I) output inverter.
Pengukuran tahanan (Ohm) pada motor.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Kendali Kecepatan Motor dengan Encoder.
No Frekuensi (Hz) Pulse Encoder Tegangan (V) Output Kecepatan Motor (RPM) Arus (I) Output Slip (%)
U-V V-W U-W U V W
1 10 0 – 3500 50 50 50 297 0,3 0,3 0,3 1
2 20 3500 – 15000 87 87 87 593 0,3 0,4 0,4 1,2
3 30 15000 – 20000 125 125 125 895 0,3 0,4 0,3 0,5
4 40 20000 – 25000 165 165 165 1190 0,4 0,4 0,3 0,8
5 50 25000 – 30000 205 205 205 1495 0,3 0,4 0,3 0,3
Pada tabel 4.1, kolom pulse encoder merupakan data hasil putaran encoder yang merupakan keluaran dari high speed counter pada PLC, dimulai dari pulse 0 s/d 30000 pulse. Pada kolom frekuensi merupakan hasil dari putaran pada encoder dengan frekuensi awal 10 Hz dan frekuensi akhir 50 Hz. Kolom kecepatan motor, merupakan hasil pengukuran rpm aktual menggunakan tachometer mulai dari 297 rpm menjadi 1495 rpm sebanyak 5 kali pengukuran. Dengan spesifikasi pada motor:
Tabel 4.2 Name plate motor 3 phase.
Hz KW/HP I/min △/Y Amp Cos
50 0,37/0,50 1380 220/380V 2,61/1,25 0,72
60 0,43/0,58 1656 260/440V 2,13/1,23 0,72
Gambar 4.2 Grafik Pulse Encoder dengan Frekuensi.
Berdasarkan gambar 4.3 dapat disimpulkan, pada saat pulse encoder paada putaran 0-3500 pulse, maka frekuensi akan berada pada posisi 10 Hz, setelah 3.500 frekuensi berubah menjadi 20 Hz hingga pulse mencapai 15.000, maka frekuensi naik menjadi 30 Hz, frekuensi berubah menjadi 40 Hz pada pulse 20.000. dan pada pulse 25.000, maka motor akan berputar dengan frekuensi maksimum 50 Hz, pada saat pulse mencapai 30.000 maka motor akan berhenti.
4.2 Pengujian dan Pengambilan Arus Dan Tegangan pada Motor
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara putaran kecepatan motor terhadap arus dan tegangan yang terjadi pada motor. Pengujian dilakukan dengan mengukur tegangan dengan menggunakan multitester digital. Pengukuran arus dengan menggunakan Ampermeter Digital. Dan pengukuran kecepatan pada motor menggunakan tachometer digital.
Gambar 4.3 Encoder dan Couple.
Gambar 4.4 Wiring Ladder Program Encoder .
Gambar 4.5 Pengujian Rpm Motor 3 Phase dengan Tachometer Digital.
Gambar 4.6 Pengujian Arus Motor 3 phase dengan Multitester Digital.
Gambar 4.7 Pengujian Tegangan Motor 3 Phase dengan Multitester Digital.
4.3 Analisa Data Hasil Pengujian
Setelah dilakukan pengujian serta pengambilan data maka dilakukan beberapa analisa sebagai berikut:
Berdasarkan spesifikasi motor maka jumlah poles motor dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut:
P = [120 x 50] / 1380
P = 4.3
P = 4 poles
Selanjutnya untuk mengetahui kecepatan sinkron motor dapat dihitung:
Ns = [120 F] / P Ns = [120 F] / P
Ns = [120 x 10] / 4 Ns = [120 x 20] / 4
Ns = 300 rpm Ns = 600 rpm
Ns = [120 F] / P Ns = [120 F] / P
Ns = [120 x 30] / 4 Ns = [120 x 40] / 4
Ns = 900 rpm Ns = 1200 rpm
Ns = [120 F] / P
Ns = [120 x 50] / 4
Ns = 1500 rpm
Setelah mendapatkan kecepatan sinkron motor maka slip motor dapat dihitung sebagai berikut:
S1= [Ns – Nr] / Ns S2= [Ns – Nr] / Ns
S1= [300 – 297 / 1500] x 100 % S2= [600 – 593 / 1500] x 100 %
S1= 1 % S2= 1,2 %
S3= [Ns – Nr] / Ns S4= [Ns – Nr] / Ns
S3= [900 – 895 / 1500] x 100 % S4= [1200 – 1190 / 1500] x 100 %
S3= 0,5 % S4= 0,8 %
S5= [Ns – Nr] / Ns
S5= [1500 – 1495 / 1500] x 100 %
S5= 0,3 %
Sedangkan untuk melihat hubungan antara kecepatan motor dengan frekuensi serta hubungan antara tegangan output inverter dengan frekuensi dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Frekuensi dan Kecepatan.
Dari grafik diatas kita dapat menyimpulkan hubungan antara frekuensi dan kecepatan. Pada gambar diatas terlihat apabila frekuensi naik maka putaran pada motor akan lebih cepat, dan jika frekuensi turun maka putaran motor menjadi lambat. Jadi kecepatan pada motor sangat dipengaruhi oleh frekuensi yang diseting pada inverter, karena jika frekuensi 0 Hz maka motor tidak akan berputar.
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Frekuensi dan Arus.
Pada grafik diatas menunjukan hubungan antara frekuensi dengan arus pada motor. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan, jika frekuensi yang dikeluarkan kecil maka arus yang mengalir pada motor kecil. Kemudian frekuensi bertambah besar, maka arus yang dihasilkan pada motor menjadi lebih besar. Dapat disimpulkan bahwa, arus listrik yang mengalir pada motor akan bertambah besar jika frekuensi bertambah, jika frekuensi berkurang maka arus listrik pada motor akan menjadi kecil.
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Antara Frekuensi dan Slip pada Motor.
Dari grafik diatas dapat disimpulkan, jika frekuensi keluaran inverter pada posisi 10 Hz, 30 Hz, dan 50 Hz, slip pada motor cenderung turun atau lebih kecil dari pada frekuensi pada posisi 20 Hz dan 40 Hz.
Ketika motor dijalankan maka rotor akan berputar (Nr) dengan selisih kecepatan dengan stator (Ns), hal ini yang disebut dengan slip.
Sedangkan untuk hubungan antara frekuensi motor dan kecepatan motor dapat dilihat pada gambar grafik diatas dimana semakin besar frekuensi yang masuk ke motor maka akan semakin besar juga putaran motor tersebut. Maka frekuensi akan sangat berpengaruh pada sebuah motor induksi 3 phase yang menggunakan sebuah inverter. Karena output frekuensi pada inverter akan mempengaruhi, kecepatan, arus, dan tegangan yang dikeluarkan pada motor tersebut.
4.4 Pengujian Ladder Diagram
Pengujian ladder diagram ini untuk memastikan program ladder bekerja dengan baik. Pengujian yang dilakukan dengan memastikan data pada alamat memori pada PLC benar, terutama nilai data untuk inputan High Speed Counter. Kita dapat melihat pada program pembacaan High Speed Counter Gambar4.11.
Gambar 4.11 Ladder Diagram pada High Speed Counter.
Jika input Q 100.07 ON, maka motor akan bekerja dengan frekuensi 10 Hz dengan kecepatan 297 rpm dan data A270 akan mulai menghitung hingga data mencapai 3500 dan H 0.10 ON, maka frekuensi motor akan berubah menjadi 20 Hz dan kecepatan motor bertambah menjadi 593 rpm. Setelah data mencapai 15000 dan H0.11 ON, maka frekuensi akan berubah menjadi 30 Hz dan kecepatan menjadi 895 rpm. Pada saat data A270 mencapai nilai 20000 H 0.10 OFF, frekuensi berubah menjadi 40 Hz dan kecepatan menjadi 1190 rpm, Setelah data A270 mencapai 25000 maka frekuensi akan berada pada titik maksimum 50 Hz dan kecepatan mencapai 1495 rpm, kemudian pada saat data A270 mencapai 30000, maka motor H 0.12 ON dan motor akan berhenti, sebelum di reset motor tidak akan bisa jalan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perancangan, pengujian dan analisa terhadap cara kerja pengaturan motor AC 3 phase dengan inverter dan encoder, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Penulis dapat merancang sistem kendali kecepatan motor induksi 3 phase menggunakan PLC dan encoder.
Penulis dapat membuat program encoder dengan High Speed Counter menggunakan software CX Programmer pada PLC CP1E.
Penulis dapat mengatur dan mengubah parameter pada inverter sumitomo Hf 320.
5.2 Saran
Kecepatan yang dihasilkan dari pengaturan menggunakan encoder, inverter dan plc sangat bagus dan lebih efisien. Karena akan mempercepat skerja dari suatu mesin dan mempermudah opertor mesin agar tidak mengatur kecepatan secara manual. Oleh karena itu saran yang dapat diberikan antara lain:
Membuat dan merancang program untuk mengatur sebuah kecepatan motor secara otomatis, dengan menggunakan alat yang lebih akurat untuk pengukuran sebuah kecepatan.
Mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju dan modern agar dapat membuat suatu alat yang dapat bekerja secara otomatis.
Di dalam perindustian perkembangan sistem elektronik sangat berkembang pesat, jika kita tidak dapat menyesuaikan dengan perkembangan industri yang semakin maju, maka kita tidak akan mendapatkan ilmu yang lebih tinggi
DAFTAR PUSTAKA
L.A. Bryan Programmable Controller Theory and Implementation Second Edition, an Industrial text Company Publication, Atlanta, USA, 1997.
Manual PLC CP1E, Omron Corporation, 2013.
Manual Omron, Fins Command Manual, Omron Corporation, 1993.
Manual and Wiring Inverter Mitsubishi, Mitsubishi Machine corporate, Japanes, 1994.
Lela Nurpalaela, “Perancangan Human Machine Interface dengan VB 6.0 untuk Visualisasi dan Monitoring Kecepatan Motor AC 3Pase pada PLC Omron CJIM” Skripsi. 2012.
Muslimin M, Ir, Teori dan Ssoal Penyelesaian Teknik Tenaga Listrik, Penerbit Armico, Bandung, 1998.
Soelaiman. Prof,Ts.MHd, Mesin Serempak dalam Praktek, Cetakan Kedua, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1995.
Sumitomo. (2013). HF-320 Series Instruction Manual (Applied). Sumitomo Drive Technologies.
Jamaludin Syarif, “Desain dan Implementasi Pengendali Fuzzy Berbasis PLC pada Sistem Motor Induksi” Skripsi. 2012.
Diklat BLK Prop.Banten, 2012.
Posting Komentar untuk "Programmable Logic Control (PLC)."