Teori Hukum Fakultas Hukum
SANTO AGUSTINUS (354-430)
Agustinus lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M sebagai
putra seorang ibu yang saleh yaitu Momika. Ayahnya bernama Patricius, seorang tuan tanah kecil dan anggota dewan kota yang kurang taat beragama hingga menjelang akhir hayatnya Agustinus didik dan di besarkan secara Kristen kendatipun karena adat istiadat yang berlaku pada masa itu, ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi.
Santo Agustinus merupakan seorang filsuf yang terkenal, terutama pada perpolitikan Barat. Latar belakangnya sebagai seorang filsafat, teologi, dan retorika membuat pemikirannya menarik dan berbeda dari pemikir sebelumnya. Santo Agustinus banyak mengungkap tentang kekristenan, namun melalui pemikirannya tentang kekristenan juga terdapat banyak hal yang dapat dipelajari tentang Negara. Santo Agustinus mampu mengungkapkan pentingnya hubungan manusia dengan Tuhan, serta bagaimana menyikapi dunia atau Negara yang saat ini didiami manusia sebagai sesuatu yang tidak kekal.
putra seorang ibu yang saleh yaitu Momika. Ayahnya bernama Patricius, seorang tuan tanah kecil dan anggota dewan kota yang kurang taat beragama hingga menjelang akhir hayatnya Agustinus didik dan di besarkan secara Kristen kendatipun karena adat istiadat yang berlaku pada masa itu, ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi.
Santo Agustinus merupakan seorang filsuf yang terkenal, terutama pada perpolitikan Barat. Latar belakangnya sebagai seorang filsafat, teologi, dan retorika membuat pemikirannya menarik dan berbeda dari pemikir sebelumnya. Santo Agustinus banyak mengungkap tentang kekristenan, namun melalui pemikirannya tentang kekristenan juga terdapat banyak hal yang dapat dipelajari tentang Negara. Santo Agustinus mampu mengungkapkan pentingnya hubungan manusia dengan Tuhan, serta bagaimana menyikapi dunia atau Negara yang saat ini didiami manusia sebagai sesuatu yang tidak kekal.
· Hukum Itu Tatanan Hidup Penuh Damai (Agustinus, 354-430)
Agustinus melihat tatanan hukum
sebagai sesuatu yang didominasi oleh tujuan perdamaian. Bahkan res republica dipahami Agustinus sebagai
komunitas rasional yang ditentukan dengan nilai-nilai deligere ( yakni dihargai dan dicintai ). Sebuah konsep yang berseberangan
regnum yang menunjuk kepada kerajaan
Romawi sebagai segerombolan perampok karena tidak memiliki keadilan.
Ditonjolkan pula istilah delicto proximi
atau cinta kepada sesama. Semua unsur keadilan itulah yang mesti menjadi dasar
hukum. Tanpa itu maka aturan dalam bentuk apapun tidak layak disebut hukum/lex esse von vedatar, quae justa non fuerit.
Agustinus mengadopsi Zwei Zwarden Theory ( Teori Dua Pedang )
dari Paus Gelasiu, yaitu Pedang Kerohanian dan Pedang Keduniawian. Pemilahan
tersebut ternyata membawa dampak dalam pembentukan hukum yaitu, hukum yang
mengatur soal keduniawian ( kenegaraan ) dan hukum yang mengatur soal keagamaan
( kerohaniaan ). Demikian pula terdapat dua macam kodifikasi hukum yaitu
kodifikasi yang diselanggarakan oleh Raja Theodosius dan Raja Justinianus. Ini
adalah kodifikasi peraturan yang dikeluarkan oleh Negara. Kodifikasi tersebut
dinamakan Corpus Iuris. Kodifikasi
yang diselanggarakan oleh Paus Innocentius, yaitu kodifikasi yang dikeluarkan
oleh Gereja. Kodifikasi ini disebut Corpus
Iuris Cannonici. Courpus Iuris
terdiri dari atas empat bagian yaitu :
1. Instituen, ajaran yang mempunyai
kekuasaan mengikat seperti undang-undang. Maksudnya, jika ada hal-hal yang
kurang jelas pengaturannya, maka dapat dicari dalam instituen.
2. Pandecten, penafsiran suatu peratruan
oleh para sarjana.
3. Codex, yaitu peraturan atau
undang-undang yang ditetapkan oleh Raja.
4. Novollen, yaitu tambahan dari suatu
peraturan atas undang-undang.
Agustinus menekankan pentingnya keadilan dalam setiap hembusan
nafas hukum Negara. Dia mengatakan bahwa “hukum yang tidak adil sama sekali
bukan hukum”. Agustinus juga membedakan antara hukum Ilahi ( jus divinum ) dan hukummanusia ( jus humena ). Apa yang disebut dengan
hukum alam adalah hukum Ilahi, sedangkan hukum manusia adalah kebiasaan ( custom ). Sebagai
tokoh agama, Agustinus menempatkan hukum Ilahi ( Lex Aeterna ) segai cita hukum positif. Hukum Ilahi yang abadi
menempatkan batas pada semua hukum positif yang tidak boleh dilampaui. Jika
hukum positif ( Lex Temporalis )
melanggar aturan Ilahi itu, maka ia telah kehilangan kualitas hukumnya.
Sumbangan Agustinus pada pengembangan Ekplanasi dibidang hukum antara lain:
1. Lewat konsep pengenalan akan
Tuhan, senagai prasyarat keadilan, Agustinus secara implicit, member sinyal
betapa penting peran sikap etis iman terhadap berseminya keadilan dalam hukum.
Sikap iman yang tulus menjadi pra-kondisi bagi lahir nya kedamaian dan keadilian.
2.
Inspirasi teori Agustinus kita dapat melakukan kajian secara empiris tentang
banyak hal misalnya, kaitan antara ketaatan hukum dengan penghayatan iman
seseorang/ atau suatu komunitas, kolerasi, antara religiustas aparat hukum
dengan kepekaan mereka soal keadilan, kaitan antara angka kejahatan dengan
afiliasi religious.
3.
Konsep Agustinus tentang deligere dan
delicto proximi yang dapat berfungsi
mengkondisikan lahirnya kedamaian dan keadilan, seolah mengingatkan kita
tentang pentingnya modal social ( social capital ) dalam kehidupan hukum.
Pokok pemikiran Agustinus ini jika dihubungkan dengan
hukum di Negara Indonesia sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Dasar 1945
hasil amandemen, juga tercermin dalam Pasal 24 ayat 1, Pasal 1 ayat 3, dan
Pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
Pasal
24 Ayat (1) UUD 1945 berisi tentang misi dari lembaga peradilan adalah untuk
menegakkan hukum dan keadilan oleh peradilan di Indonesia (Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi) bukan sekedar menegakkan hukum, akan tetapi juga
mewujudkan keadilan. maka
pasal dimaksud boleh jadi mengadopsi konsepsi tiga nilai dasar yang meletakkan
“keadilan” sebagai unsur pokok bahkan dianggap sebagai “ruh” yang harus ada
dalam hukum di Indonesia.
Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 tentang negara Indonesia mempertegas statusnya
sebagai negara hukum melalui penambahan ayat terakhir (3) dari pasal 1 UUD
1945. Hal ini mungkin disebabakan pada masa Orde Baru kekuasaan
banyak diselewengkan, sehingga dengan penambahan pasal ini, maka semua
rakyat Indonesia, tanpa melihat statusnya, harusnya mampu berbuat
dengan kesiapan bertanggung jawab di hadapan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 kita melihat sebuah perbedaan ketentuan
mengenai pelaksanaan kedaulatan rakyat. Jika sebelumnya wewenang penuh
pelaksanaan kedaulatan diberikan pada Majelis Permusyawaratan Rakyat,
maka pada proses amandemen ke-3 dilakukan penyempurnaan terhadap
kewenangan MPR yang sebelumnya seolah tidak dibatasi Undang-Undang.
Kedaulatan (kekuasaan) masih di tangan rakyat, sedangkan pelaksanaannya
tidak lagi dilakukan oleh MPR saja melainkan berbagai lembaga negara yang
diatur dan menekankan pada kesesuaiannya dengan aturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini meminimalisir kesewenang-wenangan yang
mungkin terjadi pada pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Dari uraian di atas menjelaskan
bahwa teori Agustinus mengutamakan keadilan, ketaatan hukum dan menjaga
perdamaian dalam berbangsa dan bernegara
Posting Komentar untuk "Teori Hukum Fakultas Hukum"