Cerita Rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih Versi Asli
Di Desa Dadapan ada seorang janda bernama Mbok
Rondo Dadapan. Ia mempunyai dua orang anak perempuan. satu anak kandung bernama Bawang Merah dan satu
anak tiri bernama Bawah Putih. Mbok Roda Dadapan
sangat memanjakan Bawang Merah, sedangkan Bawang
putih diperlakukan kejam. Semua pekerjaan rumah , seperti
mencuci, memasak, dan menyapu dibebankan pada
Bawang Putih. Jika melakukan kesalahan sedikit saja,
Bawang Putih diberi hukuman berat.
Pada suatu hari Bawang Putih disuruh mencuci pakaian di sungai. Cucian Bawang Putih hari ini sangat banyak
sehingga siang hari ia baru selesai mencuci. Bawang Putih
langsung menjemur cucian itu di samping rumah. Bawang
Merah tidak mau membantu saudaranya. Ia hanya melihat
Bawang Putih sambil makan. Setelah selesai menjemur
cucian, Bawang Putih baru disuruh makan oleh Mbok
Rondo Dadapan.
Mbok Ronda Dadapan lalu memeriksa jemuran itu ,
ternyata cuciannya kurang satu, yaitu baju milik Bawang
Merah. "Bawang Putih! Kemarilah!" teriak Mbok Rondo
Dadapan.
Bawang Putih segera berlari ke tempat jemuran.
"Baju batik Bawang Merah mana? Engkau hanyutkan
di sungai , ya?" tanya Mbok Rondo dengan marah.
"Aku tidak tahu, Mbok. Barangkali hanyut di sungai ."
jawab Bawang Putih ketakutan .
Mbok Rondo Dadapan sangat marah lalu memukuli
Bawang Putih.
"Kurang ajar! Mengapa kamu tidak hati-hati. Sana
cepat cari baju itu sampai dapat. Kalau sampai tidak kamu
dapatkan baju itu, kamu tidak akan kuberi makan," ancam
Mbok Rondo Dadapan.
Bawang Putih ketakutan. Ia segera menuju ke sungai
hendak mencari baju yang hanyut. Ia lalu menyusuri
sungai itu dengan mengikuti arus sungai.
Sepanjang jalan
air mata Bawang Putih menetes membasahi pipinya.
"Seandainya ayah dan ibuku masih hidup tentu aku
tidak akan menderita begini. Mungkin semua ini sudah
menjadi kehendak Tuhan Yang Mahakuasa. Aku harus
tabah menghadapi semua cobaan ini. Semoga Tuhan
selalu melindungiku," gumam Bawang Putih.
Bawang Putih berjumpa dengan seorang laki-laki setengah baya yang sedang memandikan kuda . Ia berhenti
dan bertanya kepada orang itu , "Paman! Paman! Apakah
Paman melihat sebuah baju yang hanyut?"
"Tidak Nak! Aku tidak melihat baju yang ha yut.
Cobalah engkau bertanya kepada orang di sana," kata
orang itu seraya menunjuk ke arah seorang laki-laki yang
sedang memancing ikan.
Laki-laki yang sedang memancing itu ternyata juga
tidak melihat baju hanyut. Bawang Putih mulai lapar dan
putus asa. Dengan langkah gontai, ia terus berjalan me~
nyusuri sungai hingga sampai di tepi hutan. Ia bertemu
dengan seorang nenek yang sedang mencuci beras.
"Nek! Nenek! Apakah Nenek melihat baju yang hanyut
di sungai ini?" tanya Bawang Putih.
"Ya, siang tadi aku melihat baju hanyut. Baju itu aku
pungut dan kubawa pulang. lkutlah ke rumahku, Nduk!
Nanti baju itu aku kembalikan," kata Nenek itu.
Bawang Putih sangat girang mendengar jawaban itu.
Ia segera mengambil tempayan di samping Nenek itu, lalu
diisi air.
"Nek, biarlah tempayan ini nanti aku yang bawa," kata
Bawang Putih.
Bawang Putih berjalan mengikut di belakang nenek
itu. Ia merasa takut karena wajah nenek itu tidak seperti
wajah orang kebanyakan·.
"Nek, namaku Bawang Putih," kata Bawang Putih
gugup, "Dan siapakah Nenek ini sebenarnya?"
"Jangan takut kepadaku, Nduk!" kata nenek, "Namaku
Nini Buto ljo."
Rasa takut Bawang Putih mulai hilang karena nenek
rc;~seksi itu ternyata ramah. Tidak lama berjalan sampailah
mereka di sebuah rumah.
"Nah, inilah rumahku. Engkau bantu aku memasak
dulu. Nanti bajumu akan kukembalikan," kata nenek Boto
ljo.
Bawang Putih menuju ke dapur hendak memasak.
Begitu ia masuk ke dapur keringat dinginnya keluar. Ia
takut dan merasa ngeri karena melihat peralatan memasak
yang sangat tidak lazim. Centongnya menyerupai tangan
manusia, gayungnya menyerupai tengkorak manusia, dan
kayu bakarnya terdiri dari tulang-tulang.
Meskipun takut,
Bawang Putih tetap bekerja seperti tidak ada apa-apa.
Hanya saja kalau ia memegang tulang-tulang itu bulu kuduknya berdiri.
Bawang Putih selesai memasak lalu menyajikan
masakannya itu di meja makan. Setelah itu, ia membersihkan peralatan masak dan menyapu halaman rumah.
"Sungguh rajin anak ini," kata nenek Buto ljo,
"Bila
saja aku mempunyai anak seperti Bawang Putih aku
sangat bahagia."
"Nek, Nenek!" kata Bawang Putih mengejutkan nenek
Buto ljo yang tengah melamun itu, "Semuanya sudah rapi
dan saya akan pulang. Saya mohon Nenek mengembalikan baju saya." .
"Nduk,, engkau jangan pulang sekarang. Lihatlah
matahari telah tenggelam. Kalau engkau pulang sekarang
aku khawatir engkau akan bertemu dengan Kakek Buto ljo
dan engkau akan dimangsanya. Bermalamlah di sini, engkau akan kusembunyikan di bawah kekep 'tutup periuk
yang besar' .
Semalaman Bawang Putih ketakutan dan tidak dapat
tidur. Ia takut kalau-kalau Kakek Buto ljo memangsanya.
Ketika Kakek Buto ljo pulang, jantung Bawang Putih berdetak lebih kencang. Ia merasa lega karena Kakek Buto ljo
langsung tidur.
Pagi-pagi sekali Nenek Buto ljo ke dapur dan membuka kekep, "Cepat-cepatlah engkau pulang selagi Kakek
Buto ljo masih tidur," kata Nenek Buto ljo seraya memberikan baju dan sepotong bambu, "Bambu ini jangan kaubuka
sebelum engkau sampai di rumah.
"
Bawang Putih sangat senang. Ia berlari-lari kecil menuju ke rumahnya. Ketika matahari mulai bersinar ia telah
sampai di rumah .
"Mbok, ini bajunya," kata Bawang Putih seraya menyerahkan baju dan buluh bambu kepada Mbok Rondo
Dadapan.
Kemudian, buluh bambu itu dibelah. Ternyata buluh
bambu itu berisi emas dan permata. Mbok Rondo Dadapan
sangat senang karena ia menjadi kaya secara mendadak.
"Dari mana engkau dapatkan barang-barang berharga
ini, Nduk?" tanya Mbok Rondo Dadapan ramah.
Bawang Putih pun menceritakan kisah perjalanannya
dari awal sampai akhir.
Mbok Rondo. Dad:apan mengangguk-anggukkan kepala. Ia ingin mendapa;tk}:m emas dan
permata yang lebih banyak lagi. Bawang Merah merasa iri hati kepad~ Bawang Putih.
Ia senang karen a ibunya menyuruhnya berb~ar seperti Kemudian, buluh bambu itu dibelah . Ternyata buluh bambu
itu berisi emas dan permata.
Bawang Putih. Bawang Merah lalu pergi ke sungai dan
menghanyutkan sehelai baju. Ia kemudian menyusuri
sungai untuk mencari baju itu.
Bawang Merah juga bertemu dengan orang yang
sedang memandikan kuda dan orang yang sedang memancing.
Terakhir ia bertemu dengan Nenek Buto ljo.
Bawang Merah akhirnya sampai di rumah Nenek Buto
ljo. Ia tidak mau memasak dan menyapu. Nenek Buto ljo
pun sebal.
"lni bajumu dan pulanglah," kata Nenek Buto ljo seraya memberikan baju dan buluh bambu kepada Bawang
Merah.
"Pasti buluh bambu ini berisi emas dan permata," kata
Bawang Merah dalam hati.
Bawang Merah segera pulang berlari-lari kegirangan .
Mbok Rondo Dadapan sangat senang karena anaknya
cepat kembali. Ia meminta buluh bambu yang dibawa oleh
Bawang Merah dan membelahnya.
Ternyata buluh bambu
itu tidak berisi emas atupun permata, tetapi berisi binatang
berbisa . Mbok Rondo Dadapan dan Bawang Merah lari
ketakutan.
Sejak itu, Mobok Rondo Dadapan berlaku adil terhadap Bawang Putih dan Bawang Merah. Bawang Merah
pun tidak banyak bertingkah lagi. Ia menaruh rasa hormat
kepada Bawang Putih.
Posting Komentar untuk "Cerita Rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih Versi Asli"