Tugas makalah tentang dosa dan kesalahan notaris
Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi posisinya sangat penting dalam membantu dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Notaris harus mencegah terjadinya permasalahan hukum dikemudian hari melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat pembuktian yang sempurna di pengadilan. Notaris merupakan profesi yang terhormat selalu lekat dengan etika dan dengan etikalah notaris berhubungan dengan pekerjaannya. Tanpa etika, notaris hanyalah robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada profesi notaris disebut sebagai profesi mulia (officium mobile).
Notaris juga berkewajiban untuk memberikan nasihat hukum kepada para pihak, hal ini menjamin bahwa para pihak mengetahui apa yang menjadi keinginannya, tertuang dalam kontrak. Kehadiran dan keberadaan notaris adalah sebagai penengah yang tidak boleh berpihak, bukan sebagai perantara atau pembela.
Dewasa ini lembaga notaris semakin dikenal oleh masyarakat dan dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Kebutuhan akan lembaga notaris dalam praktek hukum sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya tingkat perekonomian dan kesadaran hukum masyarakat. Kekuatan akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat mengingat akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, maka tidak jarang berbagai peraturan perundangan mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta otentik, seperti pendirian perseroan terbatas, koperasi, akta jaminan fidusia dan sebagainya disamping akta tersebut dibuat atas permintaan para pihak.
Notaris dan produk aktanya dapat dimaknai sebagai upaya negara untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi anggota masyarakat. Mengingat dalam wilayah hukum privat/perdata, negara menempatkan notaris sebagai pejabat umum yang berwenangan dalam hal pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian/alat bukti. Hukum Positif di Indonesia telah mengatur jabatan notaris dalam suatu undang-undang khusus yakni Undang-Undang No. 30 Tahun 2004tentang Jabatan Notaris (UUJN) atas perubahan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Pasal 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris memberikan defenisi notaris yaitu Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Sebagai seorang pejabat umum notaris harus dan wajib memahami dan mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini merupakan suatu hal yang mutlak mengingat jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan dalam proses penegakan hukum. Disamping hal tersebut notaris harus senantiasa berprilaku dan bertindak sesuai dengan kode etik profesi notaris.
Jabatan yang diemban notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Notaris dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang notaris maka dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum dan mengganggu proses penegakan hukum yang sedang gencar dilakukan selama orde reformasi khususnya beberapa tahun terakhir.
Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI), dimana berlaku serta wajib ditaati oleh seluruh anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku jabatan Notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Notaris sangat perlu untuk mengetahui dan memahami kode etik, dimana mengatur perbuatan-perbuatan apa saja dapat dikatakan sebagai
pelanggaran dari kode etik dan sanksi yang dijatuhkan bila melanggar kode etik tersebut. Keberadaan kode etik Notaris merupakan konsekuensi logis dari suatu pekerjaan profesi Notaris. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan harus berpegang teguh tidak hanya pada peraturan perundang-undangan semata, namun juga pada kode etik profesinya karena tanpa adanya kode etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak profesional. Notaris wajib menjalankan jabatan dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak, serta menjaga sikap, tingkah laku sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab sebagai Notaris. Hal ini diucapkan sebagai sumpah oleh setiap orang yang hendak memangku jabatan Notaris. Dengan demikian diperlukan upaya pembinaan, pengembangan, dan pengawasan secara terus menerus sehingga semua Notaris semakin meningkatkan kualitas pelayanan publik. Berdasarkan hal itu diperlukan satu-satunya wadah organisasi Notaris dengan satu kode etik dan satu standar kualitas pelayanan publik.
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) Pasal 82
ayat (1) menyebutkan : “Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi
Notaris.”Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi profesi
Notaris di Indonesia yang telah berbadan hukum, terdaftar dan disahkan oleh
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dimana organisasi jabatan Notaris wajib
mempunyai :
1) Anggaran
dasar;
2) Anggaran rumah tangga;
3) Kode
etik jabatan;
4) Mempunyai
daftar anggota yang salinannya disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas.
Organisasi
jabatan Notaris juga harus mempunyai kesinambungan dalam melaksanakan roda
organisasi, misalnya pertemuan anggota atau kongres secara terjadwal dan
berjenjang yang sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
organisasi, disamping itu juga adanya pertemuan ilmiah dan pembinaan untuk para
anggota yang terstruktur dan terjadwal.
Pasal 83 ayat
(1) UUJN menyebutkan : “Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik
Notaris.”Ketentuan tersebut diatas ditindak lanjuti dengan ketentuan Pasal 13
ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia yang menyebutkan :
“Untuk menjaga kehornatan dan
keluhuran martabat jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris
yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh
setiap anggota Perkumpulan.”[1]
Kode etik yang
berlaku dan diakui sekarang adalah Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia
(INI), dimana kode etik yang ditegakkan oleh Ikatan Notaris Indonesia merupakan
hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia yang merupakan penyempurnaan
dari Kode Etik Notaris sebelumnya dilaksanakan di Bandung, tanggal 27 Januari
2005.
Kode etik
Notaris yang saat ini berlaku merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan,
dimana ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan mengatur
tentang hal ini dan berlakunya wajib ditaati oleh semua anggota perkumpulan
yang menjalankan tugas dan jabatan Notaris.
Hubungan profesi
Notaris dengan organisasi Notaris diatur kode etik Notaris, dimana keberadaan
kode etik Notaris merupakan konsekuensi dari suatu pekerjaan terkait
pelanggaran perilaku para Notaris yang hanya sampai pada sanksi moral. Kode
etik Notaris ini memuat unsur kewajiban, larangan, pengecualian dan sanksi yang
akan dijatuhkan apabila terbukti Notaris melanggar kode etik. Selain itu kode etik
juga mengatur tata cara penegakkan kode etik dan pemecatan sementara sebagai
anggota INI.[2]
Penegakan kode
etik dalam organisasi Notaris mempunyai institusi melalui Dewan Kehormatan
Notaris (daerah, wilayah, dan pusat). Dewan Kehormatan Notaris berfungsi
mengontrol terlaksananya kode etik dilapangan dan berkewajiban untuk memeriksa
Notaris, menyelenggarakan sidang pemeriksaan atas pelanggaran tersebut bersifat
internal atau yang tidak mempunyai kaitan kepentingan dengan masyarakat secara
langsung.
Ikatan Notaris
Indonesia (INI)sebagai perkumpulan organisasi bagi para notaris mempunyai
peranan yang sangat penting dalam penegakkan pelaksanaan kode etik profesi bagi
Notaris, melalui Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas utamauntuk melakukan
pengawasan atas pelaksanaan kode etik. Pengawasan terhadap para Notaris sangat
diperlukan dalam hal notaris mengabaikan keluhuran dan martabat atau tugas
jabatannya atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan umum atau melakukan
kesalahan-kesalahan lain di dalam menjalankan
jabatannya
sebagai notaris.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
berkaitan dengan permasalahan yang penulis paparkan di atas mengenai sanksi
pelanggaran kode etik profesi notaris oleh Dewan Kehormatan. Untuk itu penulis
tertarik untuk melakukan penulisan makalah dengan fokus kajian tentang “Kesalahan Notaris Yang Melanggar Kode Etik
dan Undang Undang Jabatan Notaris.”
1.1 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
bentuk kesalahan yang dilakukan notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya
berdasarkan Kode Etik dan Undang Undang Jabatan Notaris ?
2. Bagimana
akibat hukum jika terjadi kesalahan yang dilakukan notaris dalam menjalankan
tugas dan jabatannya ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Kode
Etik Notaris
Kode etik
notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman dalam menjalankan
jabatan notaris. Ruang lingkup kode etik notaris berlaku bagi seluruh anggota
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai perkumpulan organisasi bagi
para notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakkan pelaksanaan
kode etik profesi bagi notaris, melalui Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas
utama untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kode etik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kerap
kali terdapat pelanggaran kode etik dalam suatu profesi, tidak terkecuali
notaris. Beberapa pelanggaran kode etik notaris antara lain adalah:[3]
a. Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan Undang-Undang
Jabatan Notaris, seperti akta yang telah terlebih dahulu dipersiapkan oleh notaris
lain sehingga notaris yang bersangkutan tinggal menandatangani.
b. Saling menjatuhkan antara notaris yang satu dengan
yang lain.
c. Menggunakan jasa perantara seeperi biro jasa dalam
mencari klien.
d.
Ketentuan
mengenai pemasangan papan nama di depan atau di lingkungan kantor notaris.
Ditemukannya notaris yang membuat papan nama melebihi ukuran yang telah
ditentukan.
e.
Persaingan
tarif yang tidak sehat, dimana terdapat notaris yang memasang tarif yang sangat
rendah untuk mendapatkan klien.
f. Melakukan publikasi atau promosi diri dengan
mencantumkan nama dan jabatannya. Seperti pengiriman karangan bunga pada suatu
acara tertentu.
g. Menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang
membuat akta kepada notaris yang menahan berkasnya.
h.
Mengirim
minuta kepada klien untuk ditanda tangani oleh klien yang bersangkutan
i.
Membujuk
klien membuat akta atau membujuk seseorang agar pindah dari notaris lain.
Secara definisi
formal, Ikatan Notaris Indonesia (INI) menyatakan kode etik adalah seluruh
kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang
berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan
menjalankan jabatan notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut
ketentuan Pasal 1 Ketentuan Umum Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia,
yang dimaksud dengan Kode Etik adalah:
“seluruh kaidah moral yang
ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan
disebut "Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau
yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap
dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan
sebagai Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris
Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus”.
Pengertian Kode
Etik dijelaskan bahwa:[4]
“Kode Etik adalah suatu tuntunan,
bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau
merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh
para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam mempraktekkannya.
Sehingga dengan demikian Kode Etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, atau
pedoman moral atau kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum
yang diangkat pemerintah dalam rangka pemberian pelayanan umum, khususnya dalam
bidang pembuatan akta. Dalam hal ini dapat mencakup baik Kode Etik Notaris yang
berlaku dalam organisasi (INI), maupun Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia
yang berasal dari Reglement op het Notaris.”
Kode Etik
Notaris memuat unsur material tentang kewajiban, larangan, pengecualian dan
sanksi yang akan dijatuhkan apabila terbukti seorang notaris melanggar kode
etik. Selain itu, di dalam Kode Etik Notaris juga diatur mengenai tata cara
penegakan kode etik pemecatan sementara sebagai anggota INI.
2.2
Pelanggaran
Kode Etik Notaris
Beberapa contoh pelanggaran terhadap Undang-Undang
Jabatan Notaris yang dilakukan oleh oknum notaris dalam pembuatan akta-akta notaris,
yaitu :
1.
Akta dibuat tanpa
dihadiri oleh saksi-saksi, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan
dinyatakan “dengan dihadiri saksi-saksi”
2.
Akta yang bersangkutan
tidak dibacakan oleh notaris
3.
Akta yang bersangkutan tidak
ditandatangai di hadapan notaris, bahkan minuta akta tersebut dibawa oleh orang
lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh notaris
yang bersangkutan
4.
Notaris membuat akta
diluar wilayah jabatannya, akan tetapi notaris yang bersangkutan mencantumkan
dalam akta tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya
atau seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari notaris tersebut.
5.
Seorang notaris membuka
kantor cabang dengan cara sertiap cabang dalam waktu yang bersamaan melangsungkan
dan memproduksi akta notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di
hadapan notaris yang bersangkutan.
Akibat hukum terhadap akta yang dibuat
oleh notaris yang telah rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan
Notaris, yaitu akta notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai
kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan apabila ditandatangani
oleh para pihak yang bersangkutan.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan
Notaris seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian terhadap
masyarakat atau pengguna jasa notaris, bisa diajukan oleh masyarakat kepada Majelis
Pengawas Daerah. Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan Undang-Undang
Jabatan Notaris. Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris ditentukan sanksi-sanksi
dalam Pasal 84 dan 85 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
bagi pelanggaran jabatan notaris.
Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi notaris yaitu Ikatan Notaris
Indonesia (INI) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang
diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik Notaris diatur dalam
Pasal 1 Ayat (9) yaitu pelanggaran adalah perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh anggota perkumpulan yang bertentangan dengan Kode
Etik dan/atau Disiplin Organisasi maupun orang lain yang memangku dan
menjalankan jabatan notaris yang bertentangan dengan ketentuan Kode Etik.
2.3
Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Dalam
menjaga kehormatan dan keluhuran martabat notaris, kongres Ikatan Notaris
Indonesia menetapkan Kode Etik Notaris yang merupakan kaidah moral yang wajib
ditaati oleh setiap anggota perkumpulan. Bagi Notaris yang melakukan
pelanggaran Kode Etik, Dewan Kehormatan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas
berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran tersebut dan dapat menjatuhkan
sanksi kepada pelanggarnya. Sanksi terhadap notaris tercantum
dalam Pasal 6 Kode Etik Notaris:
1)
Sanksi yang dikenakan
terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa :
a.
Teguran
b.
Peringatan
c.
Schorsing / pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan
d.
Pemberhentian
dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan
e.
Pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan
2)
Penjatuhan sanksi-sanksi
sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik
disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.
Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang
dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin
anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris
dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi.
Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang
melakukan pelanggaran terhadap kode etik notaris dilakukan oleh Dewan
Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang
melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk di dalamnya juga
menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan
pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap
anggotanya, yang secara langsung mengontrol notaris yang dilakukan oleh Dewan
Kehormatan, yang dalam Pasal 1 Ayat (8) Kode Etik Notaris:
Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan
perkumpulan yang dibentuk dan berungsi menegakkan Kode Etik, harkat dan
martabat notaris, yang bersifat mandiri dan bebas dari keberpihakan, dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya dalam perkumpulan.
Dewan Kehormatan
berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap kode etik dan
menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangannya dan bertugas
untuk :
1) melakukan pembinaan,
bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
2) memeriksa dan
mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat
internal atau yang tidak mempunyai masyarakat secara Iangsung;
3) memberikan saran dan
pendapat kepada majelis pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan
notaris.
Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang
melakukan pemeriksaan atas segala pelanggaran terhadap kode etik yang bersifat
internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara
langsung dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan
kewenangannya.
Seorang anggota Ikatan Notaris Indonesia dapat diberhentikan sementara
keanggotaannya oleh Pengurus Pusat atau usul Dewan Kehormatan Pusat,
Dewan Kehormatan Wilayah atau Dewan Kehormatan Daerah melalui Dewan Kehormatan
Pusat, karena melakukan salah satu atau lebih perbuatan di bawah ini :
a. Melakukan perbuatan
yang merupakan pelanggaran berat terhadap ketentuan anggaran dasar, anggaran
rumah tangga, kode etik dan keputusan yang sah dari perkumpulan;
b. Melakukan perbuatan
yang mencemarkan, merugikan atau merendahkan nama baik perkumpulan;
c. Menyalahgunakan nama
perkurnpulan untuk kepentingan pribadi.
Apabila anggota yang diberhentikan sementara berdasarkan keputusan
kongres dinyatakan bersalah, maka anggota yang bersangkutan dapat dipecat untuk
seterusnya dari keanggotaan perkumpulan. Berdasarkan keputusan kongres,
Pengurus Pusat membuat keputusan pemecatan bagi anggota yang bersangkutan dan
keputusan tersebut dilaporkan oleh Pengurus Pusat kepada menteri yang
membidangi jabatan notaris, Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah
dan Majelis Pengawas Daerah serta instansi lainnya yang menurut pertimbangan
Pengurus Pusat perlu mendapat laporan.
Namun sanksi pemecatan yang diberikan terhadap notaris yang melakukan
pelanggaran kode etik bukanlah berupa pemecatan dari jabatan Notaris melainkan
pemecatan dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia sehingga walaupun notaris
yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik, notaris
tersebut masih dapat membuat akta dan menjalankan kewenangan lainnya sebagai
notaris, dengan demikian sanksi berupa pemecatan dari keanggotaan perkumpulan
tentunya tidak berdampak pada jabatan seorang notaris yang telah melakukan
pelanggaran kode etik, misalnya seorang notaris diduga melakukan pelanggaran
kode etik berupa perbuatan yang merupakan pelanggaran berat terhadap ketentuan
anggaran dasar, kode etik dan keputusan yang sah dari perkumpulan, yaitu
menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh
pihak lain, kemudian notaris tersebut dijatuhi sanksi pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia, notaris tersebut masih
tetap dapat membuat akta dan menjalankan jabatannya sebagai notaris, karena
sanksi tersebut bukanlah berarti secara serta merta notaris tersebut
diberhentikan dari jabatannya, karena hanya menteri yang berwenang untuk
memecat notaris dari jabatannya dengan mendengarkan laporan dari Majelis
Pengawas. Contoh lainnya adalah seorang Notaris yang dijatuhi sanksi pemecatan dari
perkumpulan notaris karena melakukan pelanggaran kode etik dengan
memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan notaris lain,
ia masih saja dapat menjalankan jabatannya, sehingga sanksi tersebut terkesan
kurang mempunyai daya mengikat bagi notaris yang melakukan pelanggaran kode
etik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan Masalah
a. Pendekatan Yuridis Normatif
Pendekatan yuridis normatif ini yaitu
pendekatan melalui studi kepustakaan, studi komparatif dan studi dokumen dengan
cara membaca, mengutip, dan menelaah kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang
berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Pendekatan tersebut dimaksudkan
untuk mengumpulkan berbagai macam peraturan Perundang-undangan, teori-teori,
dan literatur-literatur yang erat hubungannya dengan masalah dan pembahasan pada penelitian ini.
3.2 Sumber
Dan Jenis Data
3.2.1
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
bersumber dari penulisan kepustakaan (library
research).
3.2.2
Jenis Data
Dalam penelitian
ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari studi kepustakaan (library
research) terhadap bahan-bahan hukum, asas-asas hukum, peraturan-peraturan
dengan cara membaca, mengutif, menyalin dan menganalisis. Selanjutnya data
sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan dan sebagainya. Data
sekunder terdiri dari 3 (tiga) macam bahan hukum, yaitu :
a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum
yang bersifat mengikat berupa Peraturan Perundang-undangan, peraturan dasar,
norma atau kaidah dasar bahan hukum yang tidak dikodifikasi
b. Bahan Hukum Sekunder adalah Bahan hukum
yang diambil dari literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan,
karya-karya ilmiah, dan hasil-hasil penelitian para pakar sesuai dengan objek
pembahasan penelitian.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti kamus (hukum), Ensiklopedia.
3.3 Prosedur
Pengumpulan Data Pengolahan Data
3.3.1
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara
mengadakan studi kepustakaan (library
research), studi komperatif, dan studi dokumen. Studi ini dimaksudkan untuk
memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara
membaca, mempelajari, mengutip dan menelaah literatur-literatur yang menunjang,
peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan ilmiah lainnya yang
mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.
3.3.2
Prosedur Pengolahan Data
Setelah data terkumpul baik data
sekunder maupun data primer langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan
pengolahan data, yaitu kegiatan merapihkan data dari hasil pengumpulan data
sehingga siap untuk dianalisis. Kegiatan ini meliputi kegiatan seleksi data
dengan cara memeriksa data yang diperoleh mengenai kelengkapannya, klasifikasi
data atau pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dapat
dilakukan sebagai berikut :
a.
Seleksi
Data
Yaitu memeriksa dan memilih data yang
sesuai dengan objek yang akan dibahas, juga dengan mempelajari dan menelaah
data yang diperoleh dari hasil penelitian.
b.
Klasifikasi
Data
Yaitu penyusunan data dilakukan dengan
cara mengklasifikasikan, menggolongkan dan mengelompokan menurut pokok bahasan
dengan tujuan mempermudah menganalisis data yang telah ditentukan.
c.
Sistematika
Data
Yaitu penyusunan data dilakukan dengan
cara mengklafisikasikan, menggolongkan dan mengelompokan menurut pokok bahasan
dengan tujuan mempermudah menganalisis data yang ditentukan.
3.4.
Analisa Data
Proses analisa data merupakan usaha
untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai perihal di dalam rumusan
masalah serta hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian. Dalam proses
analisa ini, rangkaian data yang telah tersusun secara sistematis menurut
klasifikasinya kemudian diuraikan dan dianalisis secara yuridis kualitatif,
yakni dengan memberikan pengertian terhadap data yang dimaksud, serta diuraikan
dalam bentuk kalimat-perkalimat. Kemudian hasil analisa tersebut diinterprestasikan
ke dalam bentuk kesimpulan yang bersifat induktif yang merupakan gambaran umum
jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian.
BAB IV
KESALAHAN NOTARIS DALAM
MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA
4.1 Kesalahan Notaris
dalam Menjalankan Tugas dan Jabatannya
Sesuai
dengan Rumusan Komisi D Bidang Kode Etik Ikatan Notaris (INI) Periode 1990-1993
mengenai Larangan-larangan dan ketentuan-ketentuan tentang Perilaku Notaris
dalam menjalankan jabatannya, anggota Ikatana Notaris Indonesia dilarang :
1)
Mempunyai lebih dari 1 (satu)
kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan; memasang papan nama
dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan
kantor;
2)
Melakukan publikasi atau promosi
diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan
jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk:
iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan terima kasih; kegiatan
pemasaran; kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olah
raga;
3)
Bekerja sama dengan Biro
jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk
mencari atau mendapatkan klien;
4)
Menandatangani akta yang proses
pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain;
5)
Mengirimkan minuta kepada klien
untuk ditandatangan;
berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain;
berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain;
6)
Melakukan pemaksaan kepada klien
dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan
tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta
padanya;
7)
Melakukan usaha-usaha, baik langsung
maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak
sehat dengan sesama rekan Notaris;
8)
Menetapkan honorarium yang harus
dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah
ditetapkan perkumpulan;
9)
Mempekerjakan dengan sengaja orang
yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih
dahulu dari Notaris yang bersangkutan;
10) Menjelekkan
dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya.
Sedangkan
pengecualian atau tidak termasuk larangan, adalah:
1)
Memberikan ucapan selamat, ucapan
berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun
media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja;
2)
Pemuatan nama dan alamat notaris
dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi
oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instandan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya;
3)
Memasang 1 (satu) tanda penunjuk
jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf
berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum
100 meter dari kantor notaris.
Notaris Budi Utomo berperan sebagai
kuasa penjual dan pembuat akta jual beli tanah. Notaris memang diperbolehkan
menjadi kuasa penjual dengan syarat akta jual beli itu dibuat oleh notaris
lain. Namun, notaris tersebut tidak
mengindahkan persyaratan terseubt dan membuat surat kuasa dibawah tangan.
Notaris tersebut juga menawarkan jasa untuk menjadi kuasa penjual tanah kepada
clien. Dalam hal penjualan tanah tersebut, notaris menerima uang penjualan
tanah tersebut. Namun, uang hasil penjualan tanah tersebut tidak langsung diberikan
kepada pemilik tanah. Notaris tersebut memotong uang tersebut dengan dalih
untuk membayar pajak-pajak dan bayar jasa untuk dirinya. Terkait dengan
penandatanganan akta jual beli, notaris tersebut tidak pernah mempertemukan
pihak penjual dan pembeli untuk menandatangani akta. Sedangkan sebagai pejabat
umum pembuat akta seharusnya notaris bertindak profesional.
Notaris
tersebut melakukan pelanggaran kode etik notaris dan Undang Undang Jabatan
Notaris dengan berperan ganda dan menggelapkan sejumlah data tanah dalam akta
jual beli secara berulang-ulang karena ingin mendapatkan keuntungan yang besar
untuk dirinya sendiri tanpa mengedepankan sikap jujur dan beretika. Hal
tersebut bertolak belakang dengan Etika Kepribadian Notaris. Dalam Etika
Kepribadia Notaris disebutkan bahwa notaris wajib:
a.
memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
b.
menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
Jabatan Notari;
c.
bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa
tanggung jawab.
Berdasarkan kasus diatas telah dapat
dibuktikan bahwa notaris tersebut melakukan pelanggaran, tidak hanya terhadap Undang
Undang Jabatan Notaris tetapi juga pelanggaran atas Kode Etik Notaris. Dengan
menjadi kuasa penjual notris tersebut sudah bertindak tidak menghormati dan
tidak menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan notaris, serta tidak bertindak
jujur, dan tidak memiliki rasa tanggang jawab. Seorang notaris tidak diperbolehkan
menjadi kuasa penjual, tetapi notaris tersebut mengingkarinya dengan cara
membuat surat kuasa dari penjual kepada dirinya selaku kuasa penjual secara di
bawah tangan.
4.2 Akibat Hukum Atas
Kesalahan Notaris dalam Menjalankan
Tugas dan Jabatannya
Dalam
hal kasus pelanggaran Kode Etik Notaris dan Undang Undang Jabatan Notaris yang
dilakukan oleh notaris Budi Utomo dengan menggelapkan sejumlah data tanah
dalam akta jual beli dan berperan ganda dalam proses penjualan tanah, tindakan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan kasus
tersebut adalah dengan melaporkan notaris tersebut kepada Majelis Pengawas Daerah
dimana ia berkedudukan. Majelis
Pengawas Daerah berwenang untuk :
1.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis
Kehormatan Notaris:
a.
Pasal 13 Ayat (1) disebutkan, Majelis pemeriksa bertugas untuk
melakukan pemeriksaan
b.
Pasal 14 Ayat (1) disebutkan, Majelis Kehormatan Notaris dibantu oleh
sekretariat
Majelis Kehormatan Notaris.
c.
Pasal 17 Ayat (1) disebutkan, Majelis Kehormatan Notaris Pusat
mempunyai tugas melaksanakan pembinaan terhadap Majelis Kehormatan Wilayah yang
berkaitan dengan tugasnya. Ayat (2) disebutkan, Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Majelis Kehormatan Notaris Pusat mempunyai fungsi
melakukan pengawasan terhadap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.
d.
Pasal 18 disebutkan:
1)
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai tugas:
a)
melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan oleh
penyidik, penuntut umum, dan hakim; dan
b)
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan, dan
proses peradilan.
2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai fungsi melakukan pembinaan dalam
rangka:
a)
menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan
profesi jabatannya; dan
b)
memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan
kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi Akta.
2. Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud pada butir (1) Majelis Pengawas Daerah
berwenang :
1) Menyampaikan
kepada Majelis Pengawas Wilayah tanggapan Majelis Pengawas Daerah berkenaan
dengan keberatan atas putusan penolakan cuti;
2) Memberitahukan
kepada Majelis Pengawas Wilayah adanya dugaan unsur pidana yang ditemukan oleh
Majelia Pemeriksa Daerah atas laporan yang disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah;
3) Mencatat
izin cuti yang diberikan dalam sertipikat cuti;
4) Menandatangani
dan member paraf buku daftar akta dan buku khusus yang dipergunakan untuk
mengesahkan tanda tangan surat dibawah tangan dan untuk membukukan surat
dibawah tangan;
5) Menerima dan
menata usahakan Berita Acara Penyerahan Protokol;
6) Menyampaikan
kepada Majelis Pengawas Wilayah:
a. Laporan
berkala setiap 6 (enam) bulan sekali atau pada bulan Juli dan Januari.
b. Laporan
insidentil setiap 15 (lima belas) hari setelah pemberian izin cuti Notaris.
Dengan melaporkan notaris kepada Majelis Pengawas
Daerah, maka melalui laporan tersebut Majelis Pengawas Daerah akan mengambil
tindakan dengan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris,
kemudian membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud kepada Majelis
Pengawas Wilayah. Majelis Pengawas Wilayah memiliki kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 Undang Undang Jabatan Notari Nomor 2 Tahun
2014 yakni:
1. Majelis
Pengawas Wilayah berwenang:
a. menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang
dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah;
b. memanggil
Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
c. memberikan
izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d. memeriksa
dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang
diajukan oleh Notaris pelapor;
e. memberikan
sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis;
f. mengusulkan
pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
1) pemberhentian
sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
2) pemberhentian
dengan tidak hormat.
g. dihapus.
2. Keputusan
Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat
final.
3.
Terhadap setiap
keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan
huruf f dibuatkan berita acara
Selain itu, Majelis Pengawas Wilayah
berwenang :
1. Mengusulkan
kepada Majelis Pengawas Pusat pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat;
2. Memeriksa
dan memutus keberatan atas putusan penolakan cuti oleh Majelis Pengawas Daerah.
3. Mencatat
izin cuti yang diberikan dalam sertipikat cuti;
4. Melaporkan
kepada instansi yang berwenang adanya dugaan unsure pidana yang diberitahukan
oleh Majelis Pengawas Daerah. Atas laporan tersebut, setelah dilakukan
pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Wilayah, hasilnya disampaikan kepada Majelis Pengawas
Wilayah;
5. Menyampaikan
laporan kepada Majelis Pengawas Pusat, yaitu :
a.
Laporan berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali dalam bulan Agustus dan Februari;
b.
Laporan insidentil paling lambat 15
(lima belas) hari setelah putusan Majelis Pemeriksa.
Setelah laporan tersebut diterima oleh Majelis
Pengawas Wilayah maka Majelis Pengawas Wilayah menyelenggarakan sidang untuk
memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan
melalui Majelis Pengawas Wilayah dengan memanggil Notaris yang bersangkutan
untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan tersebut. Kemudian Majelis Pengawas
Wilayah dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis atau
mengusulkan pemberian saksi terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat
berupa:
a)
pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam)
bulan;
b)
pemberhentian dengan tidak hormat.
Majelis Pengawas Pusat memiliki kewenangan untuk:
1. Memberikan
izin cuti lebih dari (satu) tahun dan mencatat izin cuti dalam sertipikat cuti;
2. Mengusulkan
kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian sementara;
3. Mengusulkan
kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat;
4. Menyelenggarakan
siding untuk memeriksa dan mengambil putusan dalam tingkat banding terhadap
penjatuhan sanksi, kecuali sanksi berupa teguran lisan atau tertulis; dan
5. Menyelenggarakan
siding untuk memeriksa dan mengambil putusan dalam tingkat banding terhadap
penolakan cuti dan putusan tersebut bersifat final
Setelah laporan tersebut diteruskan kepada Majelis
Pengawas Pusat maka Majelis Pengawas Pusat mengusulkan pemberian sanksi berupa
pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri. Sanksi pemberhentian dengan
tidak hormat adalah sanksi yang terberat yang kenakan terhadap notaris yang
melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris dan Undang Undang Jabatan Notaris Nomor
2 Tahun 2014.
[2] Pengurus Pusat Ikatan
Notaris Indonesia, Op.Cit., hlm. 194
[3] Anonim, Himpunan
Etika Profesi : Berbagai Kode Etik Asosiasi Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2006,
hlm. 52
[4] Liliana
Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bayu
Grafika, Yogyakarta, 1995, hlm. 10
Posting Komentar untuk "Tugas makalah tentang dosa dan kesalahan notaris "