Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
poros maritim dunia berikan contoh pengaruh kondisi wilayah indonesia sebagai poros maritim dunia indonesia dapat menjadi poros maritim dunia berdasarkan potensi sumber daya |
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa negara Indonesia bisa berpengaruh bagi poros maritim dunia?
2. Hal Apa saja yang mempengaruhi negara Indonesia menjadi negara maritim?
3. Babgaimana Indonesia bisa mengembangkan perekonomian di Indonesia dan dunia?
4. Hal apa yang ditempuh Indonesia untuk mensejahterakan masyarakatnya?
C. TUJUAN MAKALAH
Agar pembaca mampu memahami sistem geopolitik Indonesia yang telah menjadi negara maritim dunia. Dan pembaca dapat menganalisis sistem perekonomian, pembangunan dan krisis moneter yang dihadapi bangsa Indonesia. Harapan penulis, makalah ini mendapat kritikan dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah-makalah selanjuutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
GEOPOLITIK INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA
A. INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA
Poros Maritim Dunia adalah menjadikan Indonesia sebagai negara maritime yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritime, pengamanan kepentingan dan keamanan maritime, pemberdayaan seluruh potensi maritime demi kemakmuran bangsa, pemerataan ekonomi Indonesia melalui tol laut, dan melaksanakan diplomasi maritime dalam politik luar negeri Indonesia lima tahun kedepan.
Sehingga dapat kita mengerti, bahwa untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan mencakup praktek dan proses pembangunan maritime diberbagai aspek, seperti politik, sosial-budaya, pertahanan, infrastruktur, dan terutama sekali ekonomi.
Pada saat gagasan Poros Maritim Dunia dicetuskan oleh Joko Widodo pada debat capres ketiga mengenai Politik Internasional dan Ketahanan Nasional 22 Juni 2014 lalu. Meskipun Indonesia adalah negara kepulauan yang secara fakta 2/3 wilayahnya adalah air, namun kesadaran maritim dalam diri bangsa Indonesia masih sangat kurang. 1 Lekat dengan budaya orientasi darat membuat bangsa Indonesia asing terhadap isu maritim.
Padahal pemberdayaan sektor maritime bisa menjadi instrumen negara Indonesia untuk memiliki posisi yang lebih berpengaruh, sehingga dapat semakin meningkatkan peran pemerintah Indonesia pada pergaulan internasional.
Jika dilihat dari unsur yang dimiliki Indonesia, visi Poros Maritim Dunia ini mungkin sekali akan terwujud. Tapi, terdapat beberapa syarat yang harus dicapai Indonesia untuk menjadi maritime power, dan kemudian Poros Maritim Dunia.
Poros Maritim Dunia adalah menjadikan Indonesia sebagai negara maritime yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritime, pengamanan kepentingan dan keamanan maritime, pemberdayaan seluruh potensi maritime demi kemakmuran bangsa, pemerataan ekonomi Indonesia melalui tol laut, dan melaksanakan diplomasi maritime dalam politik luar negeri Indonesia lima tahun kedepan.
Sehingga dapat kita mengerti, bahwa untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan mencakup praktek dan proses pembangunan maritime diberbagai aspek, seperti politik, sosial-budaya, pertahanan, infrastruktur, dan terutama sekali ekonomi.
Pada saat gagasan Poros Maritim Dunia dicetuskan oleh Joko Widodo pada debat capres ketiga mengenai Politik Internasional dan Ketahanan Nasional 22 Juni 2014 lalu. Meskipun Indonesia adalah negara kepulauan yang secara fakta 2/3 wilayahnya adalah air, namun kesadaran maritim dalam diri bangsa Indonesia masih sangat kurang. 1 Lekat dengan budaya orientasi darat membuat bangsa Indonesia asing terhadap isu maritim.
Padahal pemberdayaan sektor maritime bisa menjadi instrumen negara Indonesia untuk memiliki posisi yang lebih berpengaruh, sehingga dapat semakin meningkatkan peran pemerintah Indonesia pada pergaulan internasional.
Jika dilihat dari unsur yang dimiliki Indonesia, visi Poros Maritim Dunia ini mungkin sekali akan terwujud. Tapi, terdapat beberapa syarat yang harus dicapai Indonesia untuk menjadi maritime power, dan kemudian Poros Maritim Dunia.
B. KEAMANAN
Pada ceramahnya di U.S. Naval War College, Geoffrey Till menjelaskan, bahwa di era globalisasi, kedamaian dan kemakmuran sangat bergantung pada sistem. Ketika sistem terganggu, maka akan berdampak pada sistem keuangan, investasi, dan bursa efek.
Aktor atau hal yang dapat merusak sistem dalam keamanan maritime antara lain adalah perompak, teroris, dan illicit trafficking. Perairan Indonesia merupakan bagian vital dari sistem perdagangan dunia. Ekonomi negara besar di Asia Timur, dan begitu pula ekonomi negara mitra dagang mereka, akan terganggu ketika sub-sistem ini terhambat oleh suatu instabilitas.
Angkatan Laut berperan memonitor, mengawasi, dan melindungi dari ancaman-ancaman tersebut yang bertujuan untuk menghindari penggunaan yang tidak sesuai dengan hukum.
Bagi kepentingan nasional, tentu pengamanan dan pengawasan terhadap domain maritime perlu dilakukan demi meningkatkan pendapatan nasional, namun dari hubungan internasional, kemampuan untuk menjamin keamanan lintas navigasi kapal-kapal internasional dapat memberikan keyakinan bahwa Indonesia mampu menjadi Poros Maritim Dunia.
Pada masa kejayaannya, Sriwijaya melakukan hal serupa. Dengan Angkatan Laut yang kuat, Sriwijaya mempertahankan kedaulatan dan menjaga hubungan baik dengan mitra dagang dengan cara melindungi pelayaran perdagangan, menjamin dan menjaga kestabilitasan perdagangan.
Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya pada saat itu mampu menciptakan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Manfaatnya selain bagi keuntungan ekonomi, juga mendorong kedigdayaan politik Sriwijaya melalui kewibawaan yang terbangun di mata pesaing Sriwijaya.
Hari ini, keamanan jalur perdagangan semakin vital dalam politik dunia, Angkatan Laut dapat semakin memainkan peranannya untuk membantu Indonesia menjaga hubungan politik yang baik dengan negara-negara yang berkepentingan melewati perairan Indonesia. Tentu saja hal ini tidak kita berikan begitu saja. Ada harapan bahwa, dengan menyediakan keamanan bagi kepentingan nasional negara tersebut, mereka pun akan melakukan hal yang sama ketika indonesia membutuhkan sesuatu dari mereka.
Bagaimana dengan kerja sama dalam konteks ini yang lain dari isu keamanan? Satu kecenderungan yang telah diakui secara umum ialah multilateralisasi isu-isu non-keamanan. Kebanyakan pemerintah mengakui sekarang ini bahwa fakta ketergantungan dimana tindakan sebagian besar negara mempunyai konsekuensi serius terhadap yang lain mengaharuskan mereka bergabung untuk menghadapi isu seperti pencemaran laut, sumber daya alam yang menyusut cepat, pasok pangan yang tidak memadai bagi banyak negara sedang berkembang, dan mungkin pengaturan kegiatan pelaku non-negara seperti perusahaan multinasional.
Tindakan pemerintahan masing-masing dalam bidang sama sekali tidak memadai dan dalam banyak hal dapat berbahaya. Jika misalnya perusahaan pertambangan dasar laut mulai beroperasi di laut bebas, tanpa peraturan internasional, mungkin akan terjadi perlombaan yang tidak sehat mencari daerah yang paling produktif, pencemaran laut yang luas, dan penghasilan negara yang sedang berkembang yang lebih rendah dari ekspor bahan mentah. Konsekuensi dari tindakan masing-masing yang tidak terkekang tidak suka untuk diramalkan.
Tetapi, ini tidak selalu mempermudah pemecahan masalah. Sayangnya, pemerintah dan para aktor non-negara sering ditekan, untuk mengusahakan pendapatan maksimum dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sehingga mereka yakin bahwa mereka harus melindungi kemanfaatan nasional, sekali pun, dengan berbuat demikian, mereka mengurangi kesempatan usaha kerja sejati yang dapat meningkatkan kemanfaatan setiap orang.
Dalam kasus lain, pemerintah tidak bersedia membuat pengorbanan jangka pendek karena mereka mengantisipasi bahwa masyarakat internasional tidak akan mengembangkan norma atau lembaga pada waktunya untuk melindungi kepentingan setiap orang.
Bagaimana pun juga, merukunkan kepentingan berbeda dari 150 negara atau lebih tidaklah mudah, sekali pun kebutuhan kerja sama diakui bersama. Juga, sekali pun diciptakan perjanjian dan lembaga universal yang baru untuk mengatur dan menangani beberapa masalah dunia ini, mungkin diperlukan waktu yang lama sebelum norma kerja sama dan perundingan yang dijumpai. Misalnya, dalam masyarakat Eropa akan berkembang di dalamnya.
Pada ceramahnya di U.S. Naval War College, Geoffrey Till menjelaskan, bahwa di era globalisasi, kedamaian dan kemakmuran sangat bergantung pada sistem. Ketika sistem terganggu, maka akan berdampak pada sistem keuangan, investasi, dan bursa efek.
Aktor atau hal yang dapat merusak sistem dalam keamanan maritime antara lain adalah perompak, teroris, dan illicit trafficking. Perairan Indonesia merupakan bagian vital dari sistem perdagangan dunia. Ekonomi negara besar di Asia Timur, dan begitu pula ekonomi negara mitra dagang mereka, akan terganggu ketika sub-sistem ini terhambat oleh suatu instabilitas.
Angkatan Laut berperan memonitor, mengawasi, dan melindungi dari ancaman-ancaman tersebut yang bertujuan untuk menghindari penggunaan yang tidak sesuai dengan hukum.
Bagi kepentingan nasional, tentu pengamanan dan pengawasan terhadap domain maritime perlu dilakukan demi meningkatkan pendapatan nasional, namun dari hubungan internasional, kemampuan untuk menjamin keamanan lintas navigasi kapal-kapal internasional dapat memberikan keyakinan bahwa Indonesia mampu menjadi Poros Maritim Dunia.
Pada masa kejayaannya, Sriwijaya melakukan hal serupa. Dengan Angkatan Laut yang kuat, Sriwijaya mempertahankan kedaulatan dan menjaga hubungan baik dengan mitra dagang dengan cara melindungi pelayaran perdagangan, menjamin dan menjaga kestabilitasan perdagangan.
Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya pada saat itu mampu menciptakan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Manfaatnya selain bagi keuntungan ekonomi, juga mendorong kedigdayaan politik Sriwijaya melalui kewibawaan yang terbangun di mata pesaing Sriwijaya.
Hari ini, keamanan jalur perdagangan semakin vital dalam politik dunia, Angkatan Laut dapat semakin memainkan peranannya untuk membantu Indonesia menjaga hubungan politik yang baik dengan negara-negara yang berkepentingan melewati perairan Indonesia. Tentu saja hal ini tidak kita berikan begitu saja. Ada harapan bahwa, dengan menyediakan keamanan bagi kepentingan nasional negara tersebut, mereka pun akan melakukan hal yang sama ketika indonesia membutuhkan sesuatu dari mereka.
Bagaimana dengan kerja sama dalam konteks ini yang lain dari isu keamanan? Satu kecenderungan yang telah diakui secara umum ialah multilateralisasi isu-isu non-keamanan. Kebanyakan pemerintah mengakui sekarang ini bahwa fakta ketergantungan dimana tindakan sebagian besar negara mempunyai konsekuensi serius terhadap yang lain mengaharuskan mereka bergabung untuk menghadapi isu seperti pencemaran laut, sumber daya alam yang menyusut cepat, pasok pangan yang tidak memadai bagi banyak negara sedang berkembang, dan mungkin pengaturan kegiatan pelaku non-negara seperti perusahaan multinasional.
Tindakan pemerintahan masing-masing dalam bidang sama sekali tidak memadai dan dalam banyak hal dapat berbahaya. Jika misalnya perusahaan pertambangan dasar laut mulai beroperasi di laut bebas, tanpa peraturan internasional, mungkin akan terjadi perlombaan yang tidak sehat mencari daerah yang paling produktif, pencemaran laut yang luas, dan penghasilan negara yang sedang berkembang yang lebih rendah dari ekspor bahan mentah. Konsekuensi dari tindakan masing-masing yang tidak terkekang tidak suka untuk diramalkan.
Tetapi, ini tidak selalu mempermudah pemecahan masalah. Sayangnya, pemerintah dan para aktor non-negara sering ditekan, untuk mengusahakan pendapatan maksimum dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sehingga mereka yakin bahwa mereka harus melindungi kemanfaatan nasional, sekali pun, dengan berbuat demikian, mereka mengurangi kesempatan usaha kerja sejati yang dapat meningkatkan kemanfaatan setiap orang.
Dalam kasus lain, pemerintah tidak bersedia membuat pengorbanan jangka pendek karena mereka mengantisipasi bahwa masyarakat internasional tidak akan mengembangkan norma atau lembaga pada waktunya untuk melindungi kepentingan setiap orang.
Bagaimana pun juga, merukunkan kepentingan berbeda dari 150 negara atau lebih tidaklah mudah, sekali pun kebutuhan kerja sama diakui bersama. Juga, sekali pun diciptakan perjanjian dan lembaga universal yang baru untuk mengatur dan menangani beberapa masalah dunia ini, mungkin diperlukan waktu yang lama sebelum norma kerja sama dan perundingan yang dijumpai. Misalnya, dalam masyarakat Eropa akan berkembang di dalamnya.
C. MENDORONG KONSEP POROS MARITIM DUNIA
Jika dilihat dari jalur laut yang dimiliki negara-negara di seputar kawasan perairan Asia Tenggara, tak pelak menjadikan kawasan ini sebagai bagian penting poros maritim dunia. Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki 39 selat yang saling terkait dengan selat lain di kawasan Asia. Dengan kondisi demikian, Indonesia sesungguhnya menjadi barometer dan bahkan kunci bagi stabilitas kawasan.
Negara ini, dalam istilah dunia militer, memiliki choke point terbanyak di dunia. Dari 9 choke point yang dimiliki dunia, empat diantaranya ada di Indonesia sebagai jalur pelayaran internasional, yaitu Selat Malaka, Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok.
Konstelasi geopolitik Indonesia menjadi penting dibereskan lebih dulu sebelum melangkah menjadi poros maritim dunia. Hingga kini, Indonesia memiliki persoalan tapal batas dengan 10 negara, yaitu Singapura, Malaysia, Timor-Timur, Papua Nugini, Filipina, Brunei, Kamboja, Thailand, Australia dan Tiongkok.
Elaborasi yang mendalam tentang mewujudkan poros maritim dunia mestinya akan bisa mengakomodir dimensi internasional, regional dan domestik. Tanpa kejelasan konsep poros maritim dunia tersebut, kebijakan maritim Indonesia hanya akan menjadi pelengkap konsep besar Jalur Sutra Maritim (JSM) dari negara Tiongkok. Jalur Sutra, yang terbagi menjadi jalur darat dan jalur laut adalah rute tata niaga yang menghubungkan Eropa ke Asia Tengah dan Asia Timur, serta tata niaga dan jalur energi dari Afrika ke Asia Selatan dan Asia Timur.
Dalam kaitan memuluskan langkah ini, Tiongkok telah memelopori pendirian Bank Investasi Infrastruktur Asia senilai US$ 50 miliar, serta program Dana Jalur Sutra senilai US$ 40 miliar. Jalur Sutra Maritim itu dipastikan akan bersinggungan dengan konsep tol laut.
Rutenya meliputi Eropa, lalu masuk Laut Merah di Afrika, berlajut ke Samudera Hindia, menuju India, Bagladesh, Burma, kemudian masuk ke Indonesia melalui Selat Malaka. Jalur ini juga akan melalui selatan yang masuk Selat Lombok, Selat Sunda dan Selat Wetar.
Pondasi keamanan menjadi sangat penting karena kelak harus melindungi jalur pelayaran tol laut yang hendak didorong pemerintah Indonesia untuk diwujudkan. Sejalan dengan soal keamanan, ada soal infrastruktur, termasuk memperkuat industri pelayaran dan galangan kapal yang juga mendesak dibenahi, sebagai prasyarat membangun negara maritim yang kuat.
Sejauh ini, ada sekitar 8000 unit kapal yang dibeli perusahaan pelayaran Indonesia, dalam catatan Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan lepas Pantai Indonesia (Iperindo). Tapi dari jumlah, itu hanya sekitar 10 persen kapal saja yang dibeli dari industri galangan kapal dalam negeri. Mahalnya biaya yang harus dibayar untuk membeli kapal produk dalam negeri menjadi alasan klasik.
Tapi alasan itu pula yang membuat hingga kini industri galangan kapal dalam negeri tidak mengalami kemajuan berarti. Mahalnya harga kapal di dalam negeri salah satunya dipicu bahan material yang masih diimpor dikenakan pajak. Kondisinya berbeda dengan kapal-kapal yang diimpor, dimana pajaknya dibebaskan sama sekali.
Pada bagian lain, catatan Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebut hingga saat ini Indonesia hanya memiliki 250 galangan kapal yang harus memenuhi permintaan bangunan baru dan reparasi dibanding jumlah armada niaga nasional sebanyak 12 ribu unit. Ini belum termasuk kapal perang, patroli, navigasi dan kapal kecil.
Kendati soal galangan kapal mendapat fokus tersendiri dalam pemerintahan saat ini, tapi memajukannya tak cukup hanya bermodal fokus dan visi saja.
Kebijakan Asean Economy Community (AEC) yang akan dijalankan pada akhir 2015 nanti, pada beberapa hal akan menempatkan industri galangan kapal sebagai pemain penting di kawasan ini. Sebab itu, Indonesia harus taktis merespon perkembangan ini dengan menerbitkan regulasi-regulasi yang mendukung industri-industri penunjang, termasuk galangan kapal.
Pemerintah bisa memulai untuk membuat industri khusus komponen dalam negeri, termasuk mencarikan investor untuk industri ini. Kelak, fasilitas galangan kapal akan semakin berbasis teknologi. Railway, floating dock hingga fasilitas repair harus digenjot agar fungsi galangan semakin maksimal, disamping yang telah dimiliki oleh PT PAL Indonesia. Penerapan asas cabotage yang maksimal juga akan sangat membantu untuk menaikkan pasar pengangkutan barang antar negara ASEAN.
Negara ini, dalam istilah dunia militer, memiliki choke point terbanyak di dunia. Dari 9 choke point yang dimiliki dunia, empat diantaranya ada di Indonesia sebagai jalur pelayaran internasional, yaitu Selat Malaka, Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok.
Konstelasi geopolitik Indonesia menjadi penting dibereskan lebih dulu sebelum melangkah menjadi poros maritim dunia. Hingga kini, Indonesia memiliki persoalan tapal batas dengan 10 negara, yaitu Singapura, Malaysia, Timor-Timur, Papua Nugini, Filipina, Brunei, Kamboja, Thailand, Australia dan Tiongkok.
Elaborasi yang mendalam tentang mewujudkan poros maritim dunia mestinya akan bisa mengakomodir dimensi internasional, regional dan domestik. Tanpa kejelasan konsep poros maritim dunia tersebut, kebijakan maritim Indonesia hanya akan menjadi pelengkap konsep besar Jalur Sutra Maritim (JSM) dari negara Tiongkok. Jalur Sutra, yang terbagi menjadi jalur darat dan jalur laut adalah rute tata niaga yang menghubungkan Eropa ke Asia Tengah dan Asia Timur, serta tata niaga dan jalur energi dari Afrika ke Asia Selatan dan Asia Timur.
Dalam kaitan memuluskan langkah ini, Tiongkok telah memelopori pendirian Bank Investasi Infrastruktur Asia senilai US$ 50 miliar, serta program Dana Jalur Sutra senilai US$ 40 miliar. Jalur Sutra Maritim itu dipastikan akan bersinggungan dengan konsep tol laut.
Rutenya meliputi Eropa, lalu masuk Laut Merah di Afrika, berlajut ke Samudera Hindia, menuju India, Bagladesh, Burma, kemudian masuk ke Indonesia melalui Selat Malaka. Jalur ini juga akan melalui selatan yang masuk Selat Lombok, Selat Sunda dan Selat Wetar.
Pondasi keamanan menjadi sangat penting karena kelak harus melindungi jalur pelayaran tol laut yang hendak didorong pemerintah Indonesia untuk diwujudkan. Sejalan dengan soal keamanan, ada soal infrastruktur, termasuk memperkuat industri pelayaran dan galangan kapal yang juga mendesak dibenahi, sebagai prasyarat membangun negara maritim yang kuat.
Sejauh ini, ada sekitar 8000 unit kapal yang dibeli perusahaan pelayaran Indonesia, dalam catatan Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan lepas Pantai Indonesia (Iperindo). Tapi dari jumlah, itu hanya sekitar 10 persen kapal saja yang dibeli dari industri galangan kapal dalam negeri. Mahalnya biaya yang harus dibayar untuk membeli kapal produk dalam negeri menjadi alasan klasik.
Tapi alasan itu pula yang membuat hingga kini industri galangan kapal dalam negeri tidak mengalami kemajuan berarti. Mahalnya harga kapal di dalam negeri salah satunya dipicu bahan material yang masih diimpor dikenakan pajak. Kondisinya berbeda dengan kapal-kapal yang diimpor, dimana pajaknya dibebaskan sama sekali.
Pada bagian lain, catatan Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebut hingga saat ini Indonesia hanya memiliki 250 galangan kapal yang harus memenuhi permintaan bangunan baru dan reparasi dibanding jumlah armada niaga nasional sebanyak 12 ribu unit. Ini belum termasuk kapal perang, patroli, navigasi dan kapal kecil.
Kendati soal galangan kapal mendapat fokus tersendiri dalam pemerintahan saat ini, tapi memajukannya tak cukup hanya bermodal fokus dan visi saja.
Kebijakan Asean Economy Community (AEC) yang akan dijalankan pada akhir 2015 nanti, pada beberapa hal akan menempatkan industri galangan kapal sebagai pemain penting di kawasan ini. Sebab itu, Indonesia harus taktis merespon perkembangan ini dengan menerbitkan regulasi-regulasi yang mendukung industri-industri penunjang, termasuk galangan kapal.
Pemerintah bisa memulai untuk membuat industri khusus komponen dalam negeri, termasuk mencarikan investor untuk industri ini. Kelak, fasilitas galangan kapal akan semakin berbasis teknologi. Railway, floating dock hingga fasilitas repair harus digenjot agar fungsi galangan semakin maksimal, disamping yang telah dimiliki oleh PT PAL Indonesia. Penerapan asas cabotage yang maksimal juga akan sangat membantu untuk menaikkan pasar pengangkutan barang antar negara ASEAN.
D. KAPITALISME, EKONOMI PANCASILA, DAN KRISIS MONETER
DARI PERDAGANGAN BEBAS KE GLOBALISASI
Banyak orang percaya bahwa (gerakan) globalisasi dewasa ini bersumber pada teori perdagangan bebas ala Ricardo yaitu teori keunggulan komparatif. Teori ini sebetulnya bukan penemuan asli Ricardo tetapi pengembangan lebih lanjut dari teori spesialisasi Adam Smith, yang memang keduanya termasuk tokoh ekonomi Mazab Klasik.
Yang menarik adalah bahwa baik Smith maupun Ricardo berbicara tentang perdagangan bebas barang-barang (commodities) dan bukan perdagangan bebas tenaga kerja. Justru keduanya “mengansumsikan” tidak terjadi perpindahan tenaga kerja dan modal antarnegara. Ada semangat “nasionalisme ekonomi” yang menghalangi aliran modal keluar negeri meskipun mungkin keuntungan si kapitalis dari pengusahaan modalnya di dalam negeri relatif lebih rendah.
Sikap seorang kapitalis yang cenderung nasionalistik ala Adam Smith ini dilihat oleh David Ricardo sebagai masuk akal karena perusahaan yang beroperasi di negeri lain yang asing dengan pemerintahan dan peraturan-perasuran hukum yang berbeda memang dianggap tidak aman. Inilah faktor-faktor yang menghambat gerakan modal keluar negeri, meskipun semangat nasionalistik ini semakin lama dilihat oleh Ricardo cenderung melemah juga.
Demikian, apa yang kini terjadi (180 tahun sejak buku David Rocardo “Principles” terbit 1817), ternyata bertolak belakang dengan anggapan Ricardo. Globalisasi dewasa ini rupanya terjadi benar-benar untuk mengejar kemana pun keuntungan yang lebih tinggi, meskipun dengan cara mengalihkan modal meninggalkan negara nya sendiri. Rasa nasionalisme telah terkalahkan oleh keuntungan ekonomi yang lebih besar di negara lain.
Yang menarik adalah bahwa baik Smith maupun Ricardo berbicara tentang perdagangan bebas barang-barang (commodities) dan bukan perdagangan bebas tenaga kerja. Justru keduanya “mengansumsikan” tidak terjadi perpindahan tenaga kerja dan modal antarnegara. Ada semangat “nasionalisme ekonomi” yang menghalangi aliran modal keluar negeri meskipun mungkin keuntungan si kapitalis dari pengusahaan modalnya di dalam negeri relatif lebih rendah.
Sikap seorang kapitalis yang cenderung nasionalistik ala Adam Smith ini dilihat oleh David Ricardo sebagai masuk akal karena perusahaan yang beroperasi di negeri lain yang asing dengan pemerintahan dan peraturan-perasuran hukum yang berbeda memang dianggap tidak aman. Inilah faktor-faktor yang menghambat gerakan modal keluar negeri, meskipun semangat nasionalistik ini semakin lama dilihat oleh Ricardo cenderung melemah juga.
Demikian, apa yang kini terjadi (180 tahun sejak buku David Rocardo “Principles” terbit 1817), ternyata bertolak belakang dengan anggapan Ricardo. Globalisasi dewasa ini rupanya terjadi benar-benar untuk mengejar kemana pun keuntungan yang lebih tinggi, meskipun dengan cara mengalihkan modal meninggalkan negara nya sendiri. Rasa nasionalisme telah terkalahkan oleh keuntungan ekonomi yang lebih besar di negara lain.
E. SISTEM EKONOMI INDONESIA
Potensi sektor ekonomi laut setidaknya terdapat sepuluh jenis yang dapat dikembangkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa, meliputi perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengelolaan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri dan jasa maritim sumbeer daya wilayah pulau-pulau kecil, dan sumber daya kelautan nonkonvensional.
Dari segi kesejahateraan (khususnya perekonomian), kesepuluh potensi sektor ekonomi laut tersebut, jika dikelola dengan baik diperkirakan akan memberikan sumbangan pendapatan negara yang lebih besar.
Bagi Indonesia, pengalaman pasang surut sistem ekonomi asing sejak merkantilisme (VOC), etatisme ala tanam paksa, dan kapitalisme liberalisme, sangat membekas dan meninggalkan luka-luka dan kerawanan yang sulit dilupakan. Pengalaman pahit getir sistem ekonomi ”asing” yang semuanya menjajah dan menghisap rakyat Indonesia kita tolak melalui proklamasi Indonesia merdeka. Aturan-aturan main asing yang hanya menguntungkan pihak asing kita ganti dengan sistem ekonomi kekeluargaan, ”susunan” bangsa Indonesia sendiri.
Pertanyaan yang cukup mengganggu adalah mengapa kebijaksanaan atau politik ekonomi kita selama 52 tahun merdeka tidak kunjung di dasarkan secara nyata pada pasal 33 dan pancasila? Jawabnya adalah karena teori ekonomi Indonesia atau teori ekonomi pancasila belum tersedia secara mantap dan baku sebagai acuan dan sumber kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi.
Dari segi kesejahateraan (khususnya perekonomian), kesepuluh potensi sektor ekonomi laut tersebut, jika dikelola dengan baik diperkirakan akan memberikan sumbangan pendapatan negara yang lebih besar.
Bagi Indonesia, pengalaman pasang surut sistem ekonomi asing sejak merkantilisme (VOC), etatisme ala tanam paksa, dan kapitalisme liberalisme, sangat membekas dan meninggalkan luka-luka dan kerawanan yang sulit dilupakan. Pengalaman pahit getir sistem ekonomi ”asing” yang semuanya menjajah dan menghisap rakyat Indonesia kita tolak melalui proklamasi Indonesia merdeka. Aturan-aturan main asing yang hanya menguntungkan pihak asing kita ganti dengan sistem ekonomi kekeluargaan, ”susunan” bangsa Indonesia sendiri.
Pertanyaan yang cukup mengganggu adalah mengapa kebijaksanaan atau politik ekonomi kita selama 52 tahun merdeka tidak kunjung di dasarkan secara nyata pada pasal 33 dan pancasila? Jawabnya adalah karena teori ekonomi Indonesia atau teori ekonomi pancasila belum tersedia secara mantap dan baku sebagai acuan dan sumber kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi.
F. EKONOMI KERAKYATAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH
Demikian “pelanggaran” asas ekonomi kerakyatan selama 30 tahun pembangunan ekonomi berakibat pada ketimbangan yang serius dalam pembangunan antardaerah. Daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam seperti Aceh, Riau, Irian Jaya, Dan Kalimantan Timur, menjadi “korban” kekayaan alam ini. Tambang atau hutan hanya mungkin diekspoitasi dengan menggunakan modal besar dan teknologi tinggi yang juga membutuhkan modal besar. Modal besar dari pada pemodal besar (kapitalis) hanya bisa diperoleh para pengusaha besar yang pada gilirannya memperolehnya dari rekan-rekan mereka para pemodal luar negeri.
Inilah “rahasia” mengapa pertumbuuhan ekonomi nasional yang tinggi tidak berdampak positif pada masyarakat di daerah-daerah tempat sumber daya alam itu. Bahkan ada kecenderungan di daerah-daerah tertentu terutama daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam, semakin banyak muncul kasus-kasus keresahan penduduk yang “tidak puas”. Berbagai rasa tidak puas ini berkaitan dengan perasaan adanya “ketidakadilan” dalam pembagian hasil-hasil pengolahan sumber-sumber daya alam tersebut.
Inilah “rahasia” mengapa pertumbuuhan ekonomi nasional yang tinggi tidak berdampak positif pada masyarakat di daerah-daerah tempat sumber daya alam itu. Bahkan ada kecenderungan di daerah-daerah tertentu terutama daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam, semakin banyak muncul kasus-kasus keresahan penduduk yang “tidak puas”. Berbagai rasa tidak puas ini berkaitan dengan perasaan adanya “ketidakadilan” dalam pembagian hasil-hasil pengolahan sumber-sumber daya alam tersebut.
G. DARI POLITIK INTERNASIONAL MENUJU POLITIK DUNIA
Hubungan internasional tengah memasuki fase perkembangan baru dimana aktor yang terlibat, proses interaksi dan tujuan para aktor dalam interaksi internasional semakin beragam dan rumit. Salah satu konsekuensi penting dari semakin bergamnya aktor dan rumitnya jaringan interaksi ini, kini istilah politik internasional cenderung tidak cocok lagi digunakan sebagai salah satu cabang disiplin ilmu hubungan internasional.
Istilah politik internasional pada dasarnya merupakan istilah tradisional yang sangat menekankan interaksi para aktor negara bangsa. Dalam hal ini, kendati perang dingin kerap menentukan pola interaksi aktor negara bangsa, pada era pasca perang dingin ini para penempuh studi politik internasional perlu melepaskan diri dari “cold war mentality”.
Sementara itu, pola-pola interaksi politik dalam hubungan internasional kini sudah melibatkan interaksi antara aktor negara dengan aktor non-negara bangsa seperti perusahaan multinasional, organisasi non-pemerintah dan bahkan kelompok-kelompok non-negara lainnya.
Oleh karenanya, istilah politik dunia lebih tepat digunakan untuk menggantikan istilah politik internasional sebagai salah satu cabang dalam disiplin ilmu hubungan internasional. Dengan demikian, istilah politik dunia dapat dikategorikan sebagai pola-pola hubungan politik yang didefinisikan secara longgar yang melibatkan baik itu aktor negara maupun non-negara.
Senada dengan hal tersebut, Bruce Russet dan kawan-kawan mengidentifikasikan politik dunia sebagai salah satu cabang disiplin ilmu hubungan internasional yang bersifat inklusif. Dalam konteks ini, politik dunia akan mensintesakan berbagai pendekatan-pendekatan tradisional yang selama ini digunakan dalam politik internasional dengan berbagai pendekatan-pendekatan baru.
Istilah politik internasional pada dasarnya merupakan istilah tradisional yang sangat menekankan interaksi para aktor negara bangsa. Dalam hal ini, kendati perang dingin kerap menentukan pola interaksi aktor negara bangsa, pada era pasca perang dingin ini para penempuh studi politik internasional perlu melepaskan diri dari “cold war mentality”.
Sementara itu, pola-pola interaksi politik dalam hubungan internasional kini sudah melibatkan interaksi antara aktor negara dengan aktor non-negara bangsa seperti perusahaan multinasional, organisasi non-pemerintah dan bahkan kelompok-kelompok non-negara lainnya.
Oleh karenanya, istilah politik dunia lebih tepat digunakan untuk menggantikan istilah politik internasional sebagai salah satu cabang dalam disiplin ilmu hubungan internasional. Dengan demikian, istilah politik dunia dapat dikategorikan sebagai pola-pola hubungan politik yang didefinisikan secara longgar yang melibatkan baik itu aktor negara maupun non-negara.
Senada dengan hal tersebut, Bruce Russet dan kawan-kawan mengidentifikasikan politik dunia sebagai salah satu cabang disiplin ilmu hubungan internasional yang bersifat inklusif. Dalam konteks ini, politik dunia akan mensintesakan berbagai pendekatan-pendekatan tradisional yang selama ini digunakan dalam politik internasional dengan berbagai pendekatan-pendekatan baru.
H. PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Lincolin Arsyat (2000) memberikan pengertian pembangunan ekonomi daerah adalah “suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya–sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut”.
Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan inisiatif-inisiatif baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan usaha-usaha baru.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang ada harus mampu menghitung potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.
Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan inisiatif-inisiatif baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan usaha-usaha baru.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang ada harus mampu menghitung potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.
I. ETIKA PEMBANGUNAN
Di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk memperlancar proses pembangunan. Itulah sebabnya banyak penulis yang menganalisis administrasi negara-negara berkembang menggunakan istilah birokrasi pembangunan atau administrasi pembangunan.
Definisi yang sederhana mengatakan bahwa pembangunan adalah proses perubahan dari suatu keadaan tertentu ke arah keadaan lain yang lebih baik. Dalam tugas-tugas pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Dia harus berorientasi kepada kegiatan, mampu memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan, serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu ke arah kemajuan.
Dengan demikian wajar lah apabila para administrator pembangunan diberi hak-hak untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan berdasarkan pertimbangan rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Keleluasaan untuk mengambil kebijakan administrastif supaya pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan proyek-proyek pembangunan yang kerapkali membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat itu dapat terlaksaa dengan lancar. Sayangnya, tidak setiap administrator menyadari bahwa mereka mengemban tugas berat yang harus selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
J. KEBEBASAN
Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasaan untuk bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan-pilihan yang tersedia bagi seseorang. Kebebasan muncul dari doktrin bahwa setiap orang memiliki hidupnya sendiri serta memiliki hak untuk bertindak menurut pilihannya sendiri kecuali jika pilihan-pilihan tindakan tersebut melanggar kebebasan yang sama dari orang lain. Itulah sebabnya, hukum sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan tetapi justru untuk menjamin kebebasan itu seendiri.
Kebebasan ditantang manakala berhadapan dengan kewajiban moral. Dalam kaitan ini hal yang selalu dituntut untuk diperolehnya suatu kebebasan adalah tanggungjawab. Seorang Walikota memiliki kekuasaan dan kebebasan untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang menyangkut wilayahnya. Nasib warga kota atau wujud perkembangan wilayah yang dikuasainya mungkin sepenuhnya teergantung kepada apa yang dikatakan atau ditentukan oleh walikota tersebut. Tetapi kebebasan yang dimilikinya juga mensyaratkan tanggung jawab. Jika kebijakan yang diambil oleh walikota itu gagal, maka dialah yang pertama-tama mempertanggungjawabkan kegagalan tersebut.
Maka kebebasan manusia mengandung pengertian:
• Kemampuan untuk menentukan diri sendiri
• Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan
• Syarat-syarat yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihan-pilihannya beserta konsekuensi dari pilihan itu.
Oleh karena itu tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, dan begitu pula sebaliknya tidak ada tanggung jawab tanpa kebebasan. Semakin besar kebebasan yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar pula tanggung jawab yang mesti dipikulnya.
Di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk memperlancar proses pembangunan. Itulah sebabnya banyak penulis yang menganalisis administrasi negara-negara berkembang menggunakan istilah birokrasi pembangunan atau administrasi pembangunan.
Definisi yang sederhana mengatakan bahwa pembangunan adalah proses perubahan dari suatu keadaan tertentu ke arah keadaan lain yang lebih baik. Dalam tugas-tugas pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Dia harus berorientasi kepada kegiatan, mampu memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan, serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu ke arah kemajuan.
Dengan demikian wajar lah apabila para administrator pembangunan diberi hak-hak untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan berdasarkan pertimbangan rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Keleluasaan untuk mengambil kebijakan administrastif supaya pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan proyek-proyek pembangunan yang kerapkali membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat itu dapat terlaksaa dengan lancar. Sayangnya, tidak setiap administrator menyadari bahwa mereka mengemban tugas berat yang harus selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
J. KEBEBASAN
Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasaan untuk bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan-pilihan yang tersedia bagi seseorang. Kebebasan muncul dari doktrin bahwa setiap orang memiliki hidupnya sendiri serta memiliki hak untuk bertindak menurut pilihannya sendiri kecuali jika pilihan-pilihan tindakan tersebut melanggar kebebasan yang sama dari orang lain. Itulah sebabnya, hukum sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan tetapi justru untuk menjamin kebebasan itu seendiri.
Kebebasan ditantang manakala berhadapan dengan kewajiban moral. Dalam kaitan ini hal yang selalu dituntut untuk diperolehnya suatu kebebasan adalah tanggungjawab. Seorang Walikota memiliki kekuasaan dan kebebasan untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang menyangkut wilayahnya. Nasib warga kota atau wujud perkembangan wilayah yang dikuasainya mungkin sepenuhnya teergantung kepada apa yang dikatakan atau ditentukan oleh walikota tersebut. Tetapi kebebasan yang dimilikinya juga mensyaratkan tanggung jawab. Jika kebijakan yang diambil oleh walikota itu gagal, maka dialah yang pertama-tama mempertanggungjawabkan kegagalan tersebut.
Maka kebebasan manusia mengandung pengertian:
• Kemampuan untuk menentukan diri sendiri
• Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan
• Syarat-syarat yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihan-pilihannya beserta konsekuensi dari pilihan itu.
Oleh karena itu tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, dan begitu pula sebaliknya tidak ada tanggung jawab tanpa kebebasan. Semakin besar kebebasan yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar pula tanggung jawab yang mesti dipikulnya.
K. PERDAGANGAN SEBAGAI MESIN PERTUMBUHAN EKONOMI
Perdagangan secara umum bertujuan untuk meningkatkan manfaat bagi pihak-pihak yang berdagang. Demikian pula halnya perdagangan antarnegara bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang lebih tinggi bagi masing-masing negara.
Dengan adanya perdagangan memungkinkan adanya perluasan alternatif atau pilihan atas barang yang bisa dikonsumsi atau diproduksi oleh suatu negara atau bangsa. Dengan perdagangan skala ekonomi yang paling efisien bagi suatu negara dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pencapaian skala ekonomi yang paling optimal dimungkinkan karena dengan adanya perdagangan perluasan pasar dapat dilaksanakan. Secara teknis, perdagangan juga memungkinkan berkembangnya inovasi-inovasi teknologi baru, sehingga memperluas pilihan produksi dan konsumsi.
Efisien produksi tertinggi hanya dicapai apabila suatu negara dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya untuk memproduksi barang-barang yang paling besar permintaannya di pasaran dunia. Ini berarti ada kecenderungan adanya spesialisasi antarnegara, karena sumber yang dikuasai setiap negara juga dispesialisasikan. Tetapi pada perkembangannya spesialisasi produksi antarnegara tidak selalu menguntungkan negara-negara itu terutama apabila dikaitkan dengan keuntungan relatif antara negara yang berdagang.
“Terms of Trade” atau dasar pertukaran yang semakin tidak menguntungkan bagi barang-barang primer mendorong negara-negara penghasil barang-barang primer untuk berusaha mengadakan perkembangan sektor industri.
Untuk mencapai cita-cita Poros Maritim Dunia tentu tidak akan mudah. Terutama bagi Indonesia yang sudah berpuluh tahun berorientasi ke darat, komitmen untuk mengelola kekayaan maritime dan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut pasti akan menemui tantangan dan hambatan yang kebanyakan diantaranya mungkin sekali muncul dari internal Indonesia.
Bagi Indonesia, pengalaman pasang surut sistem ekonomi asing sejak merkantilisme (VOC), etatisme ala tanam paksa, dan kapitalisme liberalisme, sangat membekas dan meninggalkan luka-luka dan kerawanan yang sulit dilupakan. Pengalaman pahit getir sistem ekonomi ”asing” yang semuanya menjajah dan menghisap rakyat Indonesia kita tolak melalui proklamasi Indonesia merdeka. Aturan-aturan main asing yang hanya menguntungkan pihak asing kita ganti dengan sistem ekonomi kekeluargaan, ”susunan” bangsa Indonesia sendiri.
Dengan adanya perdagangan memungkinkan adanya perluasan alternatif atau pilihan atas barang yang bisa dikonsumsi atau diproduksi oleh suatu negara atau bangsa. Dengan perdagangan skala ekonomi yang paling efisien bagi suatu negara dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pencapaian skala ekonomi yang paling optimal dimungkinkan karena dengan adanya perdagangan perluasan pasar dapat dilaksanakan. Secara teknis, perdagangan juga memungkinkan berkembangnya inovasi-inovasi teknologi baru, sehingga memperluas pilihan produksi dan konsumsi.
Efisien produksi tertinggi hanya dicapai apabila suatu negara dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya untuk memproduksi barang-barang yang paling besar permintaannya di pasaran dunia. Ini berarti ada kecenderungan adanya spesialisasi antarnegara, karena sumber yang dikuasai setiap negara juga dispesialisasikan. Tetapi pada perkembangannya spesialisasi produksi antarnegara tidak selalu menguntungkan negara-negara itu terutama apabila dikaitkan dengan keuntungan relatif antara negara yang berdagang.
“Terms of Trade” atau dasar pertukaran yang semakin tidak menguntungkan bagi barang-barang primer mendorong negara-negara penghasil barang-barang primer untuk berusaha mengadakan perkembangan sektor industri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Geografi bukan sekedar peta, dan konfirmasifisik bukan sekedar data. Memiliki letak geografi yang strategistidak cukup menjadikan suatu negara berpengaruh, tapi bagaimana negara tersebut menerjemahkan elemen power ini secara efektif agar berguna dalam mencapai kepentingan nasional, adalah yang terpenting.
Untuk mencapai cita-cita Poros Maritim Dunia tentu tidak akan mudah. Terutama bagi Indonesia yang sudah berpuluh tahun berorientasi ke darat, komitmen untuk mengelola kekayaan maritime dan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut pasti akan menemui tantangan dan hambatan yang kebanyakan diantaranya mungkin sekali muncul dari internal Indonesia.
Selama ini Indonesia belum pernah mencoba membangun secara komprehensif dan berkelanjutan ekonomi maritime. Sehingga Indonesia belum pernah menikmati keuntungan dari maritime, baik dari segi kemakmuran maupun pengaruh di tingkat internasional. Namun bagi pihak yang meragu, hendaknya dapat secara bijaksana menengok kesuksesan ekonomi negara-negara maritime besar.
Bagi Indonesia, pengalaman pasang surut sistem ekonomi asing sejak merkantilisme (VOC), etatisme ala tanam paksa, dan kapitalisme liberalisme, sangat membekas dan meninggalkan luka-luka dan kerawanan yang sulit dilupakan. Pengalaman pahit getir sistem ekonomi ”asing” yang semuanya menjajah dan menghisap rakyat Indonesia kita tolak melalui proklamasi Indonesia merdeka. Aturan-aturan main asing yang hanya menguntungkan pihak asing kita ganti dengan sistem ekonomi kekeluargaan, ”susunan” bangsa Indonesia sendiri.
Posting Komentar untuk "Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia"