Cerpen✔ Biarlah Kau Menjadi Puisiku

cerpen cinta
Biarlah Kau Menjadi Puisiku
Dengung kendaraan di sepanjang jalan raya itu terus saja bersahutan, seolah tak pernah jenuh saling mengejar satu sama lain. Terkadang jeritan klakson itu seperti menceritakan satu kisah tentang kehidupan penuh arti. Seperti sore ini ketika aku masih saja tertunduk lesu memikirkan sejuta tanya akan hidup dalam benakku.

Aku tak ingin berjalan melangkah mengikuti arus yang aku sendiri tak mengerti bingkai ceritanya. Pun aku tak mau jika harus ikut membuntuti mereka yang sudah merasakan asam manisnya perjuangan hidup dan berjalan di belakang. Bukankah berada di depan adalah yang terbaik?


Aku juga ingin seperti mereka, memiliki keahlian dan mendengarkan banyak kabar gembira karena kisah hidup yang mereka perjuangkan. Seakan tak percaya pada diriku sendiri, apakah aku bisa mengayuh langkah kaki dan menjadi sosok yang digemari.

“Jangan gugup, jangan pula merasakan resah berkepanjangan jika harus menaklukan tantangan hidup ini, inilah perjuangan,” pikirku sambil terus tersenyum dan berdiri meluapkan tawa makin melebar.

Aku ingin langkahku ringan, seperti sederet artis di televisi yang bisa menyunggingkan senyum manisnya merebak indah penuh takjub. Setiap hari mendengarkan kabar gembira dan merasakan kebanggaan yang mendalam. Jika diibaratkan bunga, aku ingin angin yang ada membuatku semakin mekar, indah, dan disukai banyak orang. Jika orang memandangku, mereka pasti mengatakan bahwa aku ini bukan orang sembarangan.

Ibaratkan Adam dan Hawa, aku juga ingin menjadi wanita yang memiliki seorang pujangga, selalu bersama, berjalan berdampingan, memadu asmara hingga tiada yang mampu memisahkan kami. Aku ingin menjadi wanita yang istimewa, tak memiliki batas waktu. Kami punya sejuta kenangan sakti penuh warna, semua itu pernah nyata. Menikmati kebersamaan kami hari ini, esok, dan hari-hari indah berikutnya.

Aku yakin nuansa baru itu pasti membuatku bahagia. Ada apa denganku sebenarnya? Mengapa mereka tidak pernah mau mendengarkan kegagalanku dalam hubungan asmara. Jika mereka saja sudah tidak mau percaya, bagaimana aku bisa meyakinkan dirimu bahwa aku masih bisa menjadi yang terindah dalam pelukanmu? Bukankah    memang  benar    kau  dan    aku    pernah      
menjalani    hidup  bersama,    merajut    cinta    kasih berdua? Lantas apakah aku salah jika masih berharap kau akan datang menjadikan semuanya kembali indah? Terlalu tinggikah anganku itu? Mengapa?

“Sudahlah Distia, sudah saatnya dirimu berdamai dengan keadaan, melupakan semua kenangan, menghapus bayang semu akan dirinya yang takkan mungkin lagi kembali memintamu menemani perjalanan hidupnya,” begitulah seru sahabatku Vidia setiap kali ia menemuiku dalam lamunan mendalam.

Semilir angin sore itu masih memainkan rambut panjangku. Aku nggak apa-apa kok. Aku hanya merasa lebih tenang jika aku bisa menatap indahnya langit sambil mendengarkan musik dari ponselku. Aku juga tak mungkin menumpahkan semua rasa yang aku punya. Karena setiap kali aku ingin bercerita pada Vidia, aku merasa gugup dan ragu untuk menumpahkan segala rasa kecewaku, batinku yang tertekan karena cinta.

Aku pasti kuat menjalani semua, biarlah kutelan kecewa dan kepingan kesedihan itu dalam kesendirianku. Pun biarlah hanya Tuhan yang tahu tentang rasa yang berkecamuk dalam hati dan benakku saat ini. Biarku tetap dengan rindu ini.

Sebagai seorang wanita yang mencoba terlihat tegar, aku yakin semua lelahku menantinya, sakitku karenanya akan terbayar. Seperti rasa yakinku bahwa Tuhan menciptakan dunia ini dengan sejuta keindahan dan pesona yang sungguhkan tanpa batas. Begitu pun aku, ia pasti sudah menentukan jalan hidup yang harus aku lalui untuk mendapatkan kebahagiaan yang selama ini aku perjuangkan.

Kalaupun tidak, biarlah senja itu menjadi saksi yang akan bercerita tentang kisah perjalanan kami sebelumnya. Ijinkan langit biru menjadi teman yang akan menuturkan semua tawa renyah yang pernah menghantarkan bayangmu dalam lamunan bahagiaku dulu. Biarkan angin merangkai alur kisah setiap pertemuan kita ketika menjalani jalinan kasih. Sementara biarlah aku menjadi wanita yang tersesat dan kehilanganmu untuk selamanya.

Layaknya mendaki padang gersang yang merindukan benih cinta untuk hentikan dahagaku, biarlah benih itu kau berikan untuk yang lain. Cukup akan aku simpan segalanya dihatiku, sebab waktu telah berikan jawab bagiku. Kenyataan ini membuatku seperti kembali kepada sebuah episode lama akan kisah cinta.

Aku harus hancur setiap kali aku mencoba memikirkanmu. Bukan aku menghina diriku sendiri, tapi biarlah kau tetap menjadi puisi terindah dalam hidupku. Seorang yang akan selalu aku kenang dalam relung sanubariku terdalam.

Meskipun kenangan itu selalu datang menghantuiku, biarlah aku berdiri di sini mengingatmu. Biarlah, aku mengenang semua masa indah itu, meski sendirian, biarlah…

Biarlah sepanjang hayatku adalah bagian air mata, meski pantulan rona yang kupunya akan selalu berkabut hitam kelam, kau akan tetap menjadi irisan puisi terindahku. Akankah aku mampu menutupi irisan senja biru yang masih menyesakkan dadaku, biarlah aku merasakan itu.

Sejuta ungkapan terima kasihku untukmu yang pernah menghiasi kenangan terindah dalam kisah cintaku, dulu! Karena aku mencintaimu bukan sebatas ungkapan belaka, akan tetapi dalam untaian kata dunia fakta bukan sandiwara.
Sudikah kau menyampaikan sedikit pesan akan cinta, aku akan mencintaimu apa adanya, meski itu dalam diamku. Biarkan aku tersenyum kecut menanti dirimu, berharap kau akan datang menemani mimpi indahku. Kesal, rindu, sedih, bahagia, biarlah semua rasa itu menancap di sudut hatiku.

Ingin rasanya aku merangkul mentari, meminta menemani, namun ia justru pergi. Jika aku mau, aku bisa saja mengutuk sepanjang malam yang pernah aku lalui bersamamu, meretaskan segala ungkapan rasa rindu yang telah usang.
Sudikah kau menyampaikan sedikit pesan akan cinta, aku akan mencintaimu apa adanya, meski itu dalam diamku. Biarkan aku tersenyum kecut menanti dirimu, berharap kau akan datang menemani mimpi indahku. Kesal, rindu, sedih, bahagia, biarlah semua rasa itu menancap di sudut hatiku.

Ingin rasanya aku merangkul mentari, meminta menemani, namun ia justru pergi. Jika aku mau, aku bisa saja mengutuk sepanjang malam yang pernah aku lalui bersamamu, meretaskan segala ungkapan rasa rindu yang telah usang.

Ketika setiap bayangmu datang menyapa anganku, menjadi suatu penyakit bagi tubuhku, aku mohon, biarlah kau menjadi puisi terindah dalam hidupku…

Posting Komentar untuk "Cerpen✔ Biarlah Kau Menjadi Puisiku"

POPULER SEPEKAN

Makalah Observasi Ojt Alfamart 2019
Gambar
Gambar
Linda Sahabat Vina Akhirnya Buka Suara usai Pegi Ditangkap
Masukin Cowok Bangladesh Tidur Bareng Sekamar, Seorang PMI Dipolisikan Majikan
Tugas Branch Operation Manager pada Bank Mandiri dan BRI
Tugas Asisten Produksi (Production Assistant) "PA" Stasiun Televisi
Gambar
Merpati Kolongan Laku 1,5 Miliyar
 Siswi SMP di Ajibarang Diperkosa Ayah dan Kakak sejak Usia 12 Tahun